Suara.com - Kumandang azan Ashar baru saja terdengar di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Orang-orang yang hendak melaksanakan salat, bergegas menuju ke dalam masjid. Sementara sebagian lainnya masih berwudu, membersihkan diri dari hadas.
Pada sisi lain, di dekat menara utama masjid, sekumpulan wanita berdiri rapi. Sambil memberikan senyuman, mereka menunggu kode jepretan sang fotografer yang berdiri di depan. Ada juga berapa pria yang berpose dengan posisi itu. Mereka semua terlihat riang berfoto di sana, meski Ashar telah tiba.
Rabu sore, 24 Desember 2014, saya mengelilingi Masjid Raya Baiturrahman. Mesjid yang tetap berdiri kokoh meski diterjang tsunami 10 tahun lalu. Tak ada perubahan atas masjid yang menjadi ikon Ibu Kota Provinsi Aceh ini. Dinding-dindingnya yang terkena air gelombang tsunami, masih terlihat rapi berbalut cat putih. Begitu juga dengan pilar-pilar utama penyangga bangunan. Kokoh menahan beban tujuh kubah di atasnya.
Sementara 4 menara di sisi kiri dan kanan mesjid, berdiri membumbung awan. Begitu juga menara utama, menjulang tinggi ke udara. Di tengah, di antara masjid dan menara utama, sebuah kolam dengan air mancur tetap memesona.
“Bisa dikatakan tidak ada bagian yang rusak saat tersapu tsunami waktu itu. Cuma retak-retak aja yang ada akibat gempa,” kata Fahrizal yang sejak tahun 2001 berprofesi sebagai sekuriti masjid.
Jika pun ada yang rusak akibat terjangan gelombang tsunami, kata Rizal, itu hanya terjadi pada pagar bagian belakang masjid. Karena tingginya air yang datang, sebagian dinding pagar jebol.
Cerita Fahrizal kemudian dilengkapi seorang saksi mata lainnya. Namanya Muharram Saputra. Lelaki berusia 33 tahun ini menjadi salah seorang saksi atas ganas gelombang tsunami yang melewati pelataran Masjid Baiturahman Banda Aceh.
Cerita warga saat terjadi tsunami
Minggu pagi, 26 Desember 2004. Setelah gempa berkekuatan 9,7 Skala Richter (SR) menggoyang Aceh, Muharram beranjak dari rumahnya di Kampung Baru, Kecamatan Baiturahman, Banda Aceh. Ia berkeliling melihat kondisi kota yang dikabarkan luluh lantak akibat gempa.
“Saya kelilinglah, Saya lihat bangunan-bangunan runtuh, Pante Pirak (Red-Nama Salah satu Supermarket di Banda Aceh) roboh ke bawah. Itu setelah gempa terjadi,” katanya.