Suara.com - Mahkamah Partai Golkar hasil Munas VIII di Riau pada 2009 menolak menyelesaikan kisruh yang terjadi di internal partainya. Mahkamah hanya memberikan rekomendasi untuk menyelesaikan permasalahan yang tengah terjadi.
"Ada tiga alternatif," kata Ketua Mahkamah Partai Golkar Muladi di kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta, Rabu (24/12/2014).
Alternatif pertama ialah melalui jalur hukum atau pengadilan. Namun, kata Muladi, cara ini membutuhkan waktu dan tenaga serta hasilnya tidak win-win-solution sehingga berpotensi menimbulkan kekecewaan.
"Dengan jalur pengadilan, keputusan itu win-lose-solution, takutnya ada partai baru nanti. Padahal anak Partai Golkar sudah banyak," ujar Muladi.
Alternatif kedua ialah penyelesaian melalui Munas Gabungan atau Munas Rekonsiliasi antara kelompok Agung Laksono dan Aburizal Bakrie.
Menurut Muladi, hasil dari Munas Gabungan merupakan keputusan yang paling legitimate, asalkan dilakukan secara transparan dan profesional.
Namun, kata dia, cara tersebut juga membutuhkan biaya yang besar serta melibatkan banyak orang. Para sesepuh Golkar harus turut terlibat.
"Tapi sebelum berkompetisi harus ada kesepakatan dulu, dan yang penting transparan, terbuka, akuntabel dan profesional dan dipantau semua pihak," kata dia.
Dan alternatif yang terakhir adalah islah yang dilakukan oleh para juru runding. Menurut Muladi, upaya ini merupakan cara yang terbaik dan berbiaya murah.
"Tapi semuanya harus berjiwa besar untuk menerima hasil islah ini. Pemecatan harus dihapus, dan dimulai dari nol lagi," ujarnya.
"Kalau gagal tiga-tiganya, Golkar akan hancur di masa depan. Ini kekhawatiran dari kita-kita, agar supaya tim runding yang sebenarnya kawan semua, bisa menyelesaikan dengan bijaksana," Muladi menambahkan.