Jokowi Didesak Tuntaskan Kasus Kekerasan yang Dialami TKI

Doddy Rosadi Suara.Com
Kamis, 18 Desember 2014 | 10:45 WIB
Jokowi Didesak Tuntaskan Kasus Kekerasan yang Dialami TKI
Ilustrasi TKI (Antara/ M Rusman)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dalam rangka peringatan hari buruh Migran sedunia yang jatuh pada 18 Desember 2014, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) meminta kepada pemerintahan Jokowi-JK untuk menyelesaikan berbagai kasus Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Presiden KSBSI Mudhofir menilai munculnya kasus yang menimpa TKI Nuraini menunjukkan belum konsistennya pemerintahan menuntaskan permasalahan kasus TKI.

"Kami minta pemerintahan Jokowi segera perbaiki sistem yang ada," ungkap Mudhofir, dalam keterangan tertulis yang diterima suara.com, Kamis (18/12/2014).

Sebelumnya, Nuraini dilaporkan hilang kontak selama 10 tahun di Kuwait. Dia sempat terbaring di RSUD Sumbawa mencoba bangkit berjuang menuntut hak dan martabat sebagai buruh yang diberi gelar pahlawan devisa.

Nuraini semula bekerja ke Kuwait lewat PPTKIS PT Al-Pindo Mas Buana pada tanggal 24 Desember 2003. Di majikan pertama, Nuraini bekerja selama enam bulan dalam keadaan baik tidak mendapat masalah, namun setelah berpindah ke majikan yang kedua, korban diketahui mendapat kekerasan dari majikan keduanya Sanian Sulaiman San San yang berprofesi sebagai Polisi.

Majikan kedua ini diduga telah melakukan kekerasan fisik dan seksual serta tidak membayar upah/gaji korban selama 10 (sepuluh) tahun 2 (dua) bulan. Selain korban tidak dibayar upahnya juga pernah didorong oleh majikannya dari lantai dua tempat ia bekerja serta terus mendapatkan siksaan yang tidak manusiawi.

Tindakan tidak manusiawi lainnya, Nuraini dilarang berkomunikasi dengan keluarganya di Sumbawa selama bekerja. Seperti raib ditelan bumi karena putus kontak, Keluarganya sempat melaporkan kehilangan ini ke Disnaker Sumbawa tapi tidak ada hasilnya hingga 10 tahun lebih.

Melihat insiden yang menimpa Nuraini dan kasus lain yang menimpa para TKI, Mudhofir menyampaikan beberapa tuntutan. Pertama, segera lakukan investigasi yang transparan dan memfasilitasi mekanisme resolusi bagi‎ Nuraini agar bisa memberikan kesaksiannya secara sadar.

Kedua, mengajukan tuntutan hukum kepada majikan-majikan Nuraini di Kuwait dengan menyediakan pengacara yang mengerti perundangan di Kuwait tanpa mengenakan biaya kepada Nuraini.

"Pemerintah juga harus mengeluarkan daftar hitam majikan-majikan yang pernah menganiaya buruh migran Indonesia agar peristiwa yang sama tidak terulang," ujar Mudhofir.

Tuntutan ketiga, lanjut Mudhofir, melarang agen penyalur asing Al Qallaf Manpower yang berkantor pusat di Kuwait untuk menggunakan dan melakukan penempatan buruh migran Indonesia. Keempat, mengajukan tuntutan hukum kepada agen penyalur PT AIfindo Mas‎ Buana di Indonesia.

Kelima, kata Mudhofir, memberikan sanksi kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuwait yang mengawasi dan memberikan perlindungan terhadap buruh migran Warga Negara Indonesia, serta memberikan ijin tinggal lebih lama tanpa memperhatikan kondisi Nuraini dan tanpa persetujuan dari Nuraini dan keluargany‎a.

"Memberikan sanksi kepada BNP2TKI yang tidak memberikan perlindungan kepada Nuraini dan bertanggungjawab terhadap kesehatan dan keselamatan Nuraini," tambah dia.

Terakhir, sambung Mudhofir, memberikan sanksi kepada Dinas Tenaga Keja dan Transmigrasi di Sumba yang tidak segera mencari informasi yang sebenarnya tentang kondisi Nuraini setelah tidak ada komunikasi lagi dengan keluarga di Sumbawa pada tahun 2004.

"Ini sebagai wujud kepedulian kita, meminta komitmen dari pemerintah, BNP2TKI, dan pemangku kepentingan lainnya untuk lebih peduli dalam menyelesaikan kasus-kasus TKI," lanjutnya.

Karena itu, Mudhofir meminta pemerintah Jokowi-JK bertanggungjawab penuh terhadap kasus tersebut yakni dengan memberikan perawatan medis baik fisik maupun psikologis bagi Nuraini tanpa biaya, serta merehabilitasi‎ kehidupan sosial Nuraini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI