Suara.com - Ketua DPP Golkar versi Munas Bali Nurul Arifin menyebut keputusan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly tentang kisruh di Partai Golkar merupakan pendidikan politik yang tidak baik.
"Ini menjadi blunder yang buruk ya, dan kemudian preseden bagi kita semua karena tidak memberikan pendidikan politik yang baik bagi negara ini. Tidak memberikan pendidikan yang baik itu artinya tidak ada ketegasan dan kemudian juga dilihat dari bicara bahasanya Pak Menkumham itu kan mengatakan bahwa dua-duanya telah memenuhi persyaratan Munas," papar Nurul di DPR, Jakarta, Rabu (17/12/2014).
Nurul berkeyakinan, Munas Golkar di Bali yang sah. Sebab, dilihat dari legalistiknya, Munas di Bali ini menampilkan dua agenda pokok, yaitu pidato laporan pertanggungjawaban (LPJ) ketua umum dan pemilihan ketua umum.
"Dan di pidato pertanggungjawaban ketum pun tidak dilakukan ke Munas yang di Jakarta," ujar Nurul.
Putusan Menkumham ini meminta partai untuk menyelesaikan kisruh ini secara internal. Nurul mengatakan, hal itu juga sudah dilakukan oleh Aburizal Bakrie (Ical) sebagai Ketua Umum Golkar versi Munas Bali dengan kubu Golkar versi Munas Jakarta.
"Islah itu memang sudah berupaya kita lakukan yang telah dilakukan oleh Pak Akbar Tandjung, namun kan belum ada gayung bersambut," ujarnya.
Kubu Ical, menurutnya, sebagai partai yang sah. Meskipun tidak memiliki kantor, menurutnya legalitas Golkar versi Ical tetap kuat.
"Sebetulnya Golkar yang sudah ada sekarang ini kita itu dari segi politik dan dari legalistik sudah menang, tapi masalahnya kita tidak punya kantor saja. Itu yang membuat kita kelihatan lemah, padahal sesungguhnya kami itu kuat," tegas Nurul.