Suara.com - Bendahara Umum Partai Golkar versi Musyarawah Nasional (Munas) Bali, Bambang Soesatyo menyesalkan putusan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasona H Laoly tentang kisruh partai berlambang beringin ini.
"Kita sudah menduga Menkumham akan mengambil posisi itu. Dan kami sangat menyesalkannya," kata Bambang dalam pernyataan resminya di Jakarta, Selasa (16/12/2014).
Awalnya Bambang berharap, Kemenkumham bisa jernih dalam memahami duduk persoalan yang sebenarnya dan bisa mengambil posisi independen, sehingga seharusnya tidak merespon laporan dari kubu Munas Jakarta (Ancol).
"Apalagi menerima serta mempertimbangkan, semua dan apa pun bentuk dokumen yang diserahkan oleh sekelompok orang yang mengklaim posisinya sebagai pengurus Partai Golkar hasil Munas Ancol karena bertentangan dengan AD/ART partai. Dan hari ini kita menyaksikan Menkumham dengan kata lain dengan sadar menunda untuk pengambilan keputusan," ujarnya.
Menurut Bambang, keputusan Kemenkumham itu bertentangan dengan waktu yang diberikan dalam UU No.2/2011, yakni 7 hari. Jawaban yang diberikan Kemenkumham pun menurutnya berarti pemerintah turut campur dalam konflik internal partai ini.
"Dengan seolah-olah bertindak bijaksana mengembalikan kepada internal Partai Golkar agar mencari jalan mufakat. Kami menilai Menkumham bermain api karena sama artinya pemerintah melibatkan wewenang dan pengaruhnya dalam kisruh partai politik," kata dia.
Padahal, sambungnya, wajib hukumnya bagi pemerintah untuk menjaga jarak dengan Parpol yang sedang diselimuti masalah internal.
"Artinya Kemenkumham harus menetapkan hasil munas Golkar Bali sebagai Munas yg mengikuti aturan organisasi dan UU No.2/2008 yg disempurnakan dengan UU No.2/2011 tentang Partai Politik," ujar Sekretaris Fraksi Golkar versi Munas Bali ini.