Polda Metro Harus Cabut Status Tersangka Pemred Jakarta Post

Siswanto Suara.Com
Senin, 15 Desember 2014 | 11:29 WIB
Polda Metro Harus Cabut Status Tersangka Pemred Jakarta Post
Ilustrasi hukum (freedigitalphotos/Kittisak)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Aliansi Jurnalis Independen Jakarta mendesak Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk segera mencabut status tersangka yang kini melekat pada Pemimpin Redaksi The Jakarta Post, Meidyatama Suryodiningrat, dalam kasus dugaan tindak pidana penistaan agama. AJI Jakarta juga menuntut polisi menghentikan kasus ini karena telah diselesaikan di Dewan Pers.

Ketua AJI Jakarta Umar Idris menegaskan keputusan kepolisian menetapkan tersangka kepada Pemred Jakarta Post karena memuat karikatur ihwal The Islamic State of Iraq and Syria merupakan tindakan yang dapat mengancam kebebasan pers yang telah dijamin Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Pasal 4 Undang-Undang Pers menyatakan, “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.” Pasal 6 juga mengatur pers nasional melaksanakan peranannya dengan cara melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Pasal 8 dengan jelas menyatakan bahwa, "Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.”

Umar Idris menjelaskan pemuatan karikatur ISIS di Jakarta Post pada 3 Juli 2014 merupakan kritik terhadap kelompok radikal ISIS yang memanipulasi ajaran Islam untuk melegitimasi kekerasan dan teror yang mereka lakukan di Irak dan Suriah.

Jakarta Post hendak mengkritik tindakan ISIS, seperti membunuh anak-anak, perempuan, dan orang yang berbeda paham dan keyakinan dengan mereka sebagai tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam dan nilai-nilai kemanusiaan universal.

"Rupanya, sejumlah orang di Indonesia juga mendukung dan bahkan berbait ke ISIS. Konteks itulah yang membuat karikatur ISIS itu relevan untuk mengingatkan bahwa kelompok tersebut berpotensi mengganggu dan berbahaya bagi keamanan negara dan masyarakat," kata Umar Udris.

Jika pemuatan karikatur dianggap mengganggu kelompok Islam tertentu, kata Umar Idris, itu bukan termasuk tindak pidana yang layak dikriminalkan.

Dewan Pers pada 16 Juli 2014 telah menyatakan karikatur tersebut hanya melanggar Pasal 8 Kode Etik Jurnalistik karena dianggap mengandung prasangka yang tidak baik terhadap agama Islam. Jakarta Post juga telah meminta maaf atas pemuatan karikatur itu dua kali lewat edisi online dan koran, pada 7 dan 8 Juli 2014. Jakarta Post menyatakan tidak akan mengulangi kesalahan serupa dan bahkan sudah menarik karikatur tersebut. Permintaan maaf itu merespons desakan satu kelompok masyarakat yang tidak setuju dengan pemuatan karikatur tersebut.

Umar Idris mengatakan dengan adanya permintaan maaf, Dewan Pers menyatakan kasus telah diselesaikan. Dewan Pers juga memperingatkan Jakarta Post untuk lebih berhati-hati dan tidak lagi memuat karikatur yang dapat dianggap mengandung prasangka tidak baik terhadap kelompok dan agama tertentu.

Dengan demikian, katanya, tindakan Jakarta Post sudah sesuai dengan Undang-Undang Pers dan bukan merupakan tindak pidana yang dapat terus diproses di kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI