Suara.com - Central Intelligence Agency (CIA), salah satu badan intelijen Amerika Serikat (AS) baru-baru ini jadi sorotan menyusul terbongkarnya program interogasi brutal yang mereka lakukan terhadap tawanan teroris. Dr James Mitchell, satu dari dua pakar psikologi yang disebut-sebut ditugasi merancang program tersebut, membongkar satu-persatu metode penyiksaan tawanan yang seharusnya dirahasiakan.
Mitchell merupakan seorang psikolog yang bertugas di Angkatan Udara AS. Kepada Vice, Mitchel mengungkap sepuluh teknik andalan yang biasa dipakai CIA untuk mengorek keterangan dari tawanan kasus terorisme, seperti tersangka serangan teroris 11 September 2001, Khalid Sheikh Mohammed dan Abu Zubaydah, seorang fasilitator al-Qaeda yang menjadi objek penyiksaan dengan cara ditenggelamkan alias waterboarding sebanyak 83 kali dalam satu bulan.
Sebenarnya, Mitchell telah menandatangani perjanjian untuk menjaga rahasia. Dengan perjanjian itu, dia tidak diperkenankan mengakui bahwa dia adalah satu dari dua psikolog yang ditugasi merancang progam Enhanced Interrogation Tactics (EIT) bagi CIA. Namun, ia memilih angkat bicara dan mengungkap pandangannya terkait teknik mengorek informasi tersebut.
Mitchell adalah pakar program Survival Evasion Resistance Escape (SERE) dari Angkatan Udara yang melatih personelnya untuk tidak memberikan informasi intelijen kepada musuh. Banyak pihak meyakini, SERE dimodifikasi sedemikian rupa untuk menjadi program EIT.
Ketika dimintai pendapat soal metode snowboarding alias penenggelaman tahanan, Mitchell melihatnya bukan sebagai bentuk penyiksaan.
"Saya merasa itu bukan hal yang benar untuk dilakukan, tetapi bukan pula hal yang salah untuk dilakukan," kata Mitchell.
"Saya rasa Anda bisa melakukannya sebagai penyiksaan, saya rasa Anda bisa melakukannya sebagai latihan, saya rasa Anda bisa melakukannya untuk membantu seseorang menentukan prioritas mereka sehingga tidak perlu mengalami penyiksaan berkepanjangan," lanjut Mitchell.
"Itu ibarat peralatan yang ada di dalam sebuah tas perkakas. Anda bisa menggunakannya secara terbatas, namun bisa pula Anda memakainya secara maksimal," ujar lelaki yang berambut putih itu.
Mitchell menyadari, taktik interogasi tersebut tentu mengundang banyak perdebatan.
"Saya paham betul bahwa menganiaya KSM (Khalid Sheikh Mohammed) adalah hal yang buruk, namun meluncurkan sebuah rudal ke arah keluarga yang sedang piknik dan membunuh semua anak, nenek dan semuanya itu tidak apa-apa, untuk berbagai alasan. Salah satu alasannya adalah bagaimana dengan hilangnya banyak nyawa, sementara alasan lainnya, jika Anda membunuhnya (tawanan), Anda tidak bisa mengorek informasi dari mereka," katanya.
Terkait laporan yang menyebutkan dirinya adalah otak dari program EIT, Mitchell memberi kebebasan pada publik untuk memberikan penilaian. Nama Dr. Mitchell pertama kali dikait-kaitkan dengan program EIT pada tahun 2005. Selama ini, advokat hak asasi manusia dan komite kongres berupaya menyeretnya ke meja hijau.
Salah satunya adalah Joseph Marguiles, pengacara Abu Zubaydah, yang membuat petisi kepada Dewan Psikolog Negara Bagian Texas untuk mendesak pencabutan izin praktiknya. Alasannya, Dr. Mitchell telah melanggar kode etik profesinya.
Zubaydah adalah satu-satunya tawanan kasus terorisme yang mengalami sepuluh metode penyiksaan CIA. Adalah Dr. Mitchell yang diduga merancang kesepuluh metode tersebut.
"Ia terlibat dalam penyiksaan dan harus ada konsekuensinya... apa yang ia lakukan adalah salah dan sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan psikolog manapun. Jelas sekali ia harus bertanggungjawab," kata Marguiles. (News)