Suara.com - Pengamat pendidikan Universitas Jember, Jawa Timur, Prof Sulthon Mashud, mengatakan penghentian kurikulum 2013 secara mendadak dapat membahayakan sistem pendidikan karena akan menimbulkan kekacauan.
"Kurikulum 2013 sudah dilaksanakan tiga semester untuk sekolah percontohan, sedangkan ribuan sekolah lainnya baru menjalankan satu semester akan kebingungan dengan keputusan pemerintah yang menghentikan secara tiba-tiba," katanya di Jember, Minggu (14/12/2014).
Menurut anggota Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia itu, evaluasi yang dilakukan hanya satu pekan dengan mengambil beberapa sekolah sebagai contoh tidak bisa dijadikan ukuran sebagai bahan evaluasi.
"Masalah kurikulum pendidikan itu menyangkut hajat hidup orang banyak dan masa depan bangsa, sehingga tidak bisa diputuskan dengan tergesa-gesa, tanpa mempertimbangkan dampak semua lini," kata Dosen Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Jember.
Setiap kurikulum yang diterapkan, lanjut dia, memiliki kelebihan dan kekurangan seperti Kurikulum 2013 yang fokus pada perbaikan karakter siswa dan pendalaman materi dengan pelajaran secara tematik.
"Memang ada kekurangan dalam kurikulum itu yakni potensi unggulan daerah yang kurang terakomodasi, namun sebenarnya hal itu dapat ditutupi dengan menyisipkan muatan lokal yang dilakukan oleh masing-masing daerah," katanya.
Apabila hendak melakukan evaluasi, kata dia, seharusnya memperbaiki apa yang menjadi kelemahan dan kekurangan dari kurikulum tersebut dan bukan menghentikan.
"Kurikulum itu sebenarnya masalah kebijakan negara dan pemerintah, bukan hanya perorangan, sehingga Kurikulum 2013 jangan dianggap sebagai kebijakan menteri. Ganti menteri ya ganti kurikulum dapat menyebabkan kekacauan di dunia pendidikan," paparnya.
Selain itu, kata dia, penghentian Kurikulum 2013 tersebut merupakan langkah yang tergesa-gesa, apalagi untuk pelaksanaan itu menghabiskan anggaran negara yang tidak sedikit.
"Mulai dari persiapan, kajian hingga sosialisasi Kurikulum 2013 yang digelar serentak di Indonesia tentu menghabiskan triliunan rupiah," ujarnya.
Tadi pagi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Dasar dan Menengah Anies Baswedan meluruskan kesimpangsiuran informasi tentang kurikulum 2013. Ia mengatakan kurikulum tersebut belum dihentikan, melainkan ditinjau kembali, mengingat masih banyak pengelola sekolah yang belum siap melaksanakannya.
"Selama setahun berjalan, kurikulum 2013 menimbulkan banyak masalah di 208 ribu sekolah. Bisa dibayangkan pendidikan serta gurunya belum siap. Jadi bukan membatalkan kurikulum, tapi meninjau kembali," ujar mantan rektor Universitas Paramadina itu di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat.
Anies menambahkan implementasi kurikulum 2013 akan dilaksanakan secara bertahap sampai semua sekolah siap melaksanakannya, dengan rentang waktu persiapan satu tahun.
"Kita nanti akan melakukan implementasi secara bertahap. Dalam waktu 3-4 tahun ini bisa dipastikan selesai. Misalnya dari 3 persen jadi 5 persen lalu 45 persen kemudian meningkat jadi 70 persen dan selesai dalam rentang satu tahun," katanya.
Anies memastikan, meski kurikulum 2013 ditinjau kembali, hal itu tidak akan menimbulkan pemborosan uang negara karena anggarannya masih bisa disesuaikan dengan yang sudah ada sekarang. (Antara)