Suara.com - Sepanjang tahun 2014 terjadi tujuh kali bentrok dan perkelahian antara TNI dan Polri. Enam di antaranya, TNI bentrok dengan Brimob. Korban terbanyak dari kasus ini adalah TNI dan sebagian besar menderita luka tembak.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane mencatat dari tujuh bentrok TNI-Polri di 2014 total korban 12 orang, terdiri dari dua tewas dan 10 luka. Korban terbanyak adalah TNI, satu tewas tertembak dan tujuh luka, yang lima di antaranya tertembak. Sedangkan polisi yang menjadi korban satu tewas dan tiga luka. Semuanya luka tusuk.
Neta mengatakan bentrokan TNI-Polri tahun ini tergolong tinggi dibandingkan tujuh tahun sebelumnya. Di 2007 misalnya, hanya terjadi tiga peristiwa, 2008 terjadi dua peristiwa, 2009 terjadi empat peristiwa, 2010 terjadi enam peristiwa, 2011 terjadi satu peristiwa, 2012 terjadi satu peristiwa, dan 2013 terjadi empat peristiwa.
"Untuk mengatasi konflik TNI-Polri, para elite kedua institusi harus sepakat menunjukkan keteladanan, menghentikan aksi backing-membacking dan mau berkoordinasi dengan cepat jika ada potensi ketegangan. Selama ini banyak elite kedua institusi terlibat menjadi backing," kata Neta dalam pernyataan tertulis yang dikirim kepada suara.com, Minggu (14/12/2014).
Neta menambahkan sikap yang tidak memberi teladan ini ditiru jajaran bawah, yang kemudian juga ikut menjadi backing.
"Masalah yang tak kalah pelik adalah kesenjangan ekonomi. Akibatnya masing-masing pihak mencari solusi ekonomi dengan cara instant, yakni backing-backing-an. Ketika kepentingannya terganggu masing-masing pihak lebih mengedepankan sikap superioritas dan mengedepankan sikap-sikap arogan tanpa memikirkan bahwa mereka adalah alat negara yang harusnya senantiasa menjaga dan menciptakan keamanan," ujar Neta.
Pemerintah Jokowi perlu menuntaskan masalah ini, jika tidak bentrokan TNI-Polri akan terus menjadi ancaman bagi masyarakat, kata Neta.