Suara.com - Selepas penetapan revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD beberapa waktu yang lalu, DPR melalui ketuanya menyatakan bahwa para anggota dewan memasuki masa reses sampai dengan 11 Januari 2015. Masa reses merupakan waktu bagi para wakil rakyat untuk menyerap aspirasi rakyat terkait pelaksanaan tugas dan fungsi legislatif.
“Berbagai kejadian yang masih lekat dalam ingatan baru-baru ini, misal soal program penjaminan sosial pemerintah yang butuh manajemen yang baik, polemik Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Pilkada, atau dampak kenaikan bahan bakar minyak, dapat dikeluhkan oleh rakyat kepada para wakilnya yang mulia. Masa reses inilah momentum yang tepat bagi rakyat untuk mendapatkan klarifikasi konkrit dari para wakilnya,” ujar Direktur Kajian dan Program Centre for People Studies and Advocation Fredy Umbu Bewa Guty di Jakarta, Kamis (11/12/2014).
Fredy Umbu memandang pada masa reses inilah sebenarnya kesempatan bagi rakyat atau konstituen pemilih untuk mendengarkan laporan kinerja, menyampaikan aspirasi (partisipasi pascapemilu), dan bahkan memberikan kredit serta punishment (moral dan politik) terhadap para wakilnya yang duduk di institusi perwakilan tinggi negara. Sayangnya, kata dia, selama ini sangat sedikit laporan substantif dari pelaksanaan reses yang konstruktif bagi perubahan kesejahteraan rakyat, termasuk kegiatan reses yang diberitakan oleh media massa mainstream.
Fredy Umbu menambahkan kualitas reses perlu didorong agar lebih bertanggungjawab. Proses pelaksanaan reses benar-benar dijalankan sebagai bentuk pelayanan dan pembelajaran politik anggota dewan kepada rakyatnya. Di samping itu, katanya, jumlah dana negara yang cukup besar untuk pelaksanaan reses para anggota dewan perlu dipertanggungjawabkan secara transparan, bukan lagi ditumpuk sebagai kekayaan anggota dewan yang ditimbun, dan kemudian nanti akan digelontorkan menjelang pelaksanaan pemilu.
Menurut Fredy Umbu, jika DPR ingin berbenah diri dan membenahi proses demokrasi yang jujur, maka masa reses kali ini bukan saja seremonial atau silaturahmi biasa antara rakyat dan wakilnya. Namun lebih daripada itu, kata Fredy Umbu, masa reses dapat benar-benar menjadi ujian, bagi rakyat untuk mengawal dan menilai kinerja wakilnya, sedangkan bagi anggota dewan, ini adalah proses mendengar dan mempertanggungjawabkan simbol representatifnya sebagai wakil atau penyambung lidah rakyat.
Direktur Eksekutif Cepsa, Sahat Martin Philip, menganjurkan anggota DPR untuk mengoptimalkan masa reses perdana menjadi masa reses berkualitas. Dikatakan, anggota DPR yang dipilih oleh rakyat dan merupakan wakil rakyat di parlemen harus menyuarakan aspirasi rakyat. Oleh karena itu kesempatan reses itu harus dijadikan momen mendengar aspirasi rakyat.
“Anggota DPR tidak bisa semena-mena menyatakan mewakili aspirasi rakyat, namun nyatanya sama sekali tidak mendengar ‘apa sebenarnya’ aspirasi rakyat itu. Anggota DPR harus menghapus citra negatif yang timbul akibat kisruh yang terjadi di internal DPR baru-baru ini. Jangan sampai rakyat kehilangan kepercayaan kepada para wakilnya di parlemen,” ujarnya.
“Di periode lalu, sudah ada anggota DPR yang melakukan masa reses yang berkualitas dengan mendengar aspirasi rakyat. Kita harus memastikan periode ini semua anggota DPR melakukan kewajibannya itu. Rakyat dan media massa harus mengawal masa reses bukan hanya sekadar menjadi masa istirahat para wakil rakyat,” Sahat menambahkan.