Suara.com - Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PPP Reni Marlinawati merespons polemik terkait rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Dasar dan Menengah Anies Baswedan mengevaluasi tata cara berdoa sebelum dan sesudah dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah negeri.
Reni menilai rencana Anies Baswedan mengubah tata tertib pengaturan berdoa di sekolah memang seolah menampilkan sosok yang pluralis dan nasionalis dengan pernyataan: sekolah negeri harus mempromosikan sikap Ketuhanan YME bukan satu agama.
"Padahal, rencana tersebut justru kontra konstitusional," kata Reni dalam pernyataan tertulis yang dikirim kepada suara.com, Rabu (10/12/2014).
Reni menambahkan dalam konstitusi disebutkan secara jelas di Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya.
Dalam konteks itu, kata Reni, siswa yang beragama Islam dipersilakan berdoa sesuai agamanya, begitu juga siswa yang beragama lainnya juga disesuaikan dengan agamanya. Begitu implementasi dari amanat konstitusi itu.
Menurut Reni rencana Anies Baswedan justru kontradiktif dengan praktik di lapangan. Yang terjadi di lapangan, kata Reni, doa pembukaan dan penutupan kegiatan belajar mengajar, siswa non muslim dipersilakan menggelar doa sendiri.
"Salah besar bila disebutkan siswa non muslim dipaksa berdoa sesuai ajaran Islam. Saya sarankan, Mendikbud agar menggelar blusukan ke lapangan yang benar-benar blusukan untuk mengetahui kondisi riil praktik di lapangan," katanya.
Reni mengatakan berdoa sebelum dan sesudah belajar merupakan awal terbentuknya pribadi yang religius pada anak sekolah. Pendidikan memiliki tujuan agar anak didik beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, cerdas, inovatif, sehat dan bertanggungjawab. Ini sesuai dengan amanat Pasal 3 UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, kata anggota DPR dari Dapil Jabar IV (Kabupaten Sukabumi/Kota Sukabumi).
Sebelumnya, Anies Baswedan mengatakan sebagian orangtua murid mengeluhkan tata cara dominan agama tertentu dalam proses belajar mengajar. Hal itu, kata Anies, membuat murid dari agama yang lain menjadi kurang nyaman.
"Sekolah di Indonesia mempromosikan anak-anak taat menjalankan agama, tapi bukan melaksanakan praktik satu agama saja," kata mantan Rektor Universitas Paramadina.