Suara.com - Coco Chanel, perancang asal Prancis yang mendirikan kerajaan bisnis Chanel, ternyata adalah seorang mata-mata Nazi, organisasi yang membantai jutaan warga Yahudi di era 40an. Ironisnya, Chanel bekerja untuk partai asal Jerman yang menjajah negaranya sendiri.
Sejumlah dokumen Nazi yang kini sedang dibeberkan dalam sebuah acara dokumenter di televisi Prancis, akhirnya membenarkan gosip yang berembus dalam beberapa tahun terakhir. Dokumen itu mengungkap bahwa Chanel, perancang yang banyak mempengaruhi gaya berbusana perempuan masa kini, adalah seorang agen ganda bagi Nazi.
Dokumen itu menyebutkan pula, Chanel, yang meninggal dunia pada tahun 1971 silam, semasa hidupnya berupaya merekrut mata-mata lain untuk kepentingan Nazi. Chanel, yang terkenal dengan produk fashion dan parfumnya itu juga disebutkan pernah mencoba memanfaatkan undang-undang anti-Yahudi untuk meraup keuntungan pribadi.
Dokumen tersebut ditemukan di antara tumpukan arsip Kementerian Pertahanan Prancis. Pada dokumen itu terungkap pula bahwa Chanel diberikan identitas telik sandi F-7124 ketika direkrut oleh divisi intelijen militer Nazi, Abwehr. Diduga, Chanel direkrut oleh perwira tinggi Gestapo yang berselingkuh dengannya.
"Pengungkapan soal Coco Chanel menunjukkan kepada pemerintah Prancis bahwa pemboikotan yang disuarakannya terhadap Nazi adalah palsu," kata mendiang sejarawan Hal Vaughan dalam bukunya.
"Chanel tidak meyakini apapun kecuali fashion. Ia menyukai busana-busana indah, ia menyukai bisnisnya," sebut Vaughan.
"Chanel adalah seorang oportunis sempurna. Ia mengikuti kekuasaan dan Nazi ketika itu sedang berkuasa," katanya lagi.
Chanel, yang berusia 57 tahun ketika pendudukan Nazi dimulai di Prancis pada tahun 1940 diduga mendekati para simpatisan Nazi dan merekrutnya sebagai mata-mata.
Di masa itu, Chanel juga mencoba memanfaatkan undang-undang Aryanisasi yang diperkenalkan Nazi. Berdasarkan undang-undang tersebut, orang Yahudi dilarang memiliki usaha. Bersenjatakan undang-undang tersebut, Chanel merampas kembali hak atas merek Chanel No.5 yang dibeli keluarga Yahudi, Wertheimers pada tahun 1924. Saat itu, Wertheimers bersaudara sudah melarikan diri ke Amerika Serikat menyusul pendudukan Nazi di Prancis.
Setelah Prancis dibebaskan dari kekuasaan Nazi oleh sekutu, Chanel ditangkap oleh komite pembersihan. Komite inilah yang menciduk para kolaborator Nazi. Namun, tak berapa lama setelah ditangkap, Chanel dibebaskan.
Semenjak saat itu, beragam teori bermunculan soal mengapa Chanel bisa begitu saja dibebaskan. Namun, teori yang paling bisa diterima hingga saat ini adalah bahwa Winston Churchill, Perdana Menteri Inggris kala itu, adalah orang yang membebaskan Chanel. Pasalnya, Chanel berteman dengan Churchill saat perempuan itu terlibat hubungan asmara dengan Duke of Westminster. (Metro)