Kasus Sodomi di JIS Makin Sulit Dibuktikan

Doddy Rosadi Suara.Com
Senin, 01 Desember 2014 | 18:49 WIB
Kasus Sodomi di JIS Makin Sulit Dibuktikan
Ilustrasi: JIS. (suara.com/Bowo Raharjo)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dugaan kasus kekerasan seksual di TK Jakarta International School (JIS) semakin sulit dibuktikan. Seperti keterangkan 16 saksi pada 17 sidang sebelumnya, hari ini dua orang ahli yaitu Dr. Evi Untoro, Ahli Patologi Forensik dari RSU Tangerang dan ahli pidana, Chairul Huda, juga memperkuat kesaksian sebelumnya bahwa kasus ini sesungguhnya tidak pernah terjadi.

Demikian penjelasan Patra M. Zen, kuasa hukum terdakwa Virgiawan Amin dan Agun Iskandar usai sidang yang berlangsung tertutup di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

“Ahli patologi forensik Dr Evi Untoro setelah membaca dan mempelajari fakta-fakta medis dari SOS Medika, RSCM dan RSPI berkeyakinan bahwa kasus ini tidak ada. Dugaan adanya sodomi tidak terbukti secara medis. Demikian inti penjelasan Dr Evi, “ ungkap Patra, dalam keterangan tertulis yang diterima suara.com, Senin (1/12/2014).

Dr Evi juga menegaskan, apabila sodomi terjadi kemungkinan besar MAK, mantan siswa JIS yang diduga menjadi korban, akan mengalami trauma dan terkena penyakit menular seksual.

Apalagi, para terdakwa menderita HSV2 atau herpes simplex. Namun seperti yang terangkum dalam bukti-bukti medis dan hasil laboratorium yang dipelajari oleh Dr Evi, korban MAK tidak mengalami hal seperti yang dituduhkan. “Penjelasan Dr Evi semakin memperkuat fakta bahwa sodomi ini memang tidak ada. Seperti halnya Dr Ferryal Basbeth, Ahli Forensik yang bersaksi pada 26 November lalu, para ahli yang dihadirkan hari ini sulit menemukan adanya bukti-bukti sodomi itu dari rekam medis,” imbuh Patra.  

Sementara itu, dalam kesempatan berbeda, Chairul Huda mengatakan, bahwa keputusan yang diputuskan dengan alat bukti yang nihil haruslah menggunakan asas In Dubio Pro Reo di mana putusan tersebut haruslah menguntungkan terdakwa.

Dalam kasus ini putusannya harus membebaskan terdakwa. "Tidak ada bukti yang terpercaya dan valid dalam kasus ini, makanya asas In Dubio Pro Reo harus diutamakan yaitu asas yang menguntungkan terdakwa atau dalam konteks ini membebaskan terdakwa," jelas Patra.‎

Masih menurut Patra, apa yang dikatakan Chairul membuktikan bahwa kasus ini semakin menunjukkan akhir dari putusan yaitu bebas bagi terdakwa. Karena seseorang tidak dapat dihukum karena alasan 'kemungkinan' (dia melakukan apa yang dituduhkan).

Peristiwa dugaan asusila ini terjadi selama periode Dember 2013-Maret 2014. Selama periode tersebut, MAK dikatakan mengalami 13 kali sodomi oleh para terdakwa.

Sementara bukti medis dan kesaksian ahli baik dari saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum maupun oleh pengacara terda‎kwa semakin jelas menyatakan bahwa sodomi tidak terjadi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI