Suara.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan pemberian bebas bersyarat terhadap terpidana pembunuhan aktivis HAM Munir, Pollycarpus Budihari Prijanto, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan sesuai dengan hak yang dimilikinya.
"Itu sih sudah memenuhi ketentuan, jadi kita juga jangan menghalangi hak asasi orang lain, jadi warga binaan itu juga punya hak asasi, sepanjang ini kan sudah 2/3 masa hukuman, bahkan seharusnya, itu, jauh sebelumnya sebenarnya dia sudah berhak, yah," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Minggu.
Pollycarpus dibebaskan bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Sabtu. Pollycarpus dihukum 14 tahun penjara dan telah menjalani delapan tahun. Pembebasan bersyarat Pollycarpus mengundang kritik dan penolakan dari para aktivis HAM.
Ia mengatakan bahwa pemberian bebas bersyarat dilakukan setelah dinilai remisinya, perbuatannya, kelakuannya, sampai dengan masa hukumannya.
"Itu kita keluarkan kita tidak punya alasan untuk menunda. Kami di Kemenkumham, filosofinya kan membina, dia punya hak asasi, dalam UU Pemasyarakatan juga seorang warga binaan punya hak untuk apa namanya memperoleh kemerdekaan hak pembebasan bersyarat," katanya.
Yasonna Laoly menambahkan, "Mengenai perlindungan terhadap HAM-nya, saya kira tidak ada yang terlalu hebat." Ia menjelaskan bahwa yang bersangkutan telah menjalani 2/3 masa hukumannya. Selain itu, kasus Pollycarpus tidak masuk dalam PP 99/2012 tentang remisi bagi kejahatan luar biasa (extraordinary crime).
"Karena dia berbeda, dia tidak tunduk pada PP 99, karena ini kriminal biasa, pidana umum, tidak 'extraordinary crime' walaupun menyangkut HAM," katanya.
Untuk itu, dia mengajak para pengkritik kebijakan bebas bersyarat tersebut untuk turut pula menghormati HAM orang lain.
"Jadi, ini menurut kami tidak ada masalah, saya juga mengajak teman-teman dari Komnas HAM, jangan menyamaratakan bahwa pada saat yang sama kita mendukung penegakan HAM, tetapi juga hak-hak orang-orang di dalam itu juga sebagai warga binaan, sebagai 'human being' (manusia)," katanya. (Antara)