Suara.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan siap mengerahkan massa untuk mendukung aksi mogok nasional pada Desember 2014. Aksi mogok itu diikuti tiga konfederasi dan 40 federasi serikat pekerja.
"Tiga konfederasi dan 40 federasi serikat pekerja nonfederasi telah bersepakat dan siap untuk melakukan aksi Mogok Nasional yang akan dilakukan pada 10 - 11 Desember 2014," kata Sekjen KSPI Muhammad Rusdi melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (28/11/2014).
Tiga konfederasi yang akan bergabung dalam aksi mogok nasional adalah KSPI, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI).
Rusdi mengatakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi telah menambah penderitaan kaum buruh dan rakyat kecil. Belum lagi kenaikan upah minimum yang diterima buruh sangat kecil.
"Ada dua isu utama dan lima isu lainnya yang menjadi tuntutan dalam mogok nasional kami," ujarnya.
Pertama, buruh menuntut adanya revisi upah minimum minimal Rp3,2 juta di DKI Jakarta dan Botabeka serta daerah padat industri lainnya serta Rp3 Juta di wilayah lainnya, dengan merevisi Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 12 Tahun 2013 tentang Kebutuhan Hidup Layak dari 60 butir menjadi 83 butir.
Kedua, buruh menyatakan menolak kenaikan harga BBM sebesar Rp2.000 per liter karena efek bola salju yang menimbulkan kenaikan harga kebutuhan lainnya sehingga menurunkan daya beli dan menaikkan angka inflasi serta angka kemiskinan.
Selain itu, buruh juga menuntut perbaikan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan BPJS Kesehatan. Buruh juga menuntut pelaksanaan jaminan pensiun per 1 Juli 2014 untuk pekerja swasta, dengan manfaat bulanan yang diterima saat usia pensiun sebesar 75 persen dari gaji terakhir.
Terkait pekerja alih daya, buruh menuntut penghapusan cara kerja yang dinilai sebagai perbudakan modern terutama di badan usaha milik negara (BUMN). Buruh juga menuntut pegawai dan guru honorer diangkat menjadi pegawai tetap atau pegawai negeri sipil. Terkait isu pekerja migran, buruh menuntut pemerintah dan DPR segera merevisi Undang-Undang tentang Tenaga Kerja Indonesia.
Sementara tuntutan terakhir adalah penghentian aksi kekerasan yang dilakukan aparat keamanan dalam setiap pengamanan aksi buruh, mahasiswa dan rakyat. (Antara)