Suara.com - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Siti Zuhro mengatakan anggota DPR harus cermat dalam menggunakan hak interpelasi atas kebijakan pemerintahan Joko Widodo menaikkan harga BBM bersubsidi. Siti mengingatkan jangan sampai penggunaan hak tersebut malah tidak relevan dengan kondisi masyarakat sekarang.
"Jadi kalau ternyata dengan menaikkan BBM korelasinya tidak negatif, artinya rakyat tidak merasakan dampak negatif atas kebijakan itu, bukan hanya diberikan uang Rp100-200 ribu, tapi mengentaskan kemiskinan. Maka interpelasi menjadi tidak relevan," kata Siti, Kamis (26/11/2014).
Siti menambahkan DPR memang memiliki fungsi dan hak untuk mengajukan interpelasi atau bertanya kepada eksekutif atas suatu kebijakan, tapi, tetap harus sesuai dengan konteksnya.
Di sisi lain, Siti menilai hingga saat ini pemerintah belum menunjukkan upaya nyata untuk mengalihkan subsidi harga BBM ke sektor yang lebih produktif.
"Belum karena belum terasakan. Dengan catatan kartu-kartu (tiga kartu sakti) itu direalisasikan," kata dia.
Tiga kartu sakti yang dimaksud adalah Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Keluarga Sejahtera.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan harga BBM subsidi di Istana Negara, Jakarta, Senin (17/11/2014) malam. Harganya menjadi Rp8.500 per liter, naik Rp2.000 dari sebelumnya Rp6.500 per liter. Turut naik juga solar menjadi Rp7.500 per liter. Naik Rp2.000 dari sebelumnya Rp5.500 per liter.
Atas kenaikan tersebut, sejumlah anggota fraksi di Koalisi Merah Putih DPR menolak dan mereka menggalang kekuatan untuk mendorong DPR menggunakan hak interpelasi.