Suara.com - DPR tengah menggodok untuk memutuskan, menolak atau menerima Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan kepala daerah (Pilkada) gubernur, bupati, dan walikota, yang diterbitkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi II dengan Ahli, Yuzril Ihza Mahendra mengatakan, Perppu tersebut sudah bisa berlaku sejak diterbitkan. DPR tinggal memutuskan setuju atau tidak tentang keberadaan Perppu tersebut.
Seandainya Perppu tersebut ditolak oleh DPR, menurut Yuzril, bukan berarti UU sebelumnya, yakni UU No 22 tahun 2014 tentang Pilkada diberlakukan kembali.
"Sama seperti nikah, terus punya anak, kemudian bercerai, masa anak itu langsung dibunuh, langsung disebut anak haram, kan tidak," ujar Yusril di DPR, Jakarta, Rabu (26/11/2014).
Dia menerangkan, saat UU itu ditolak DPR berarti ada kekosongan hukum. Untuk memulihkannya, sambung Yuzril, hal itu dikembalikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR untuk menyampaikannya.
"Ini ada kekosongan hukum. Terjadi pembekuan saja. (Solusinya) ya tanya Pak Jokowi. Apa mau kembali ke awal, karena jika terbitkan Perppu pasti ditolak lagi. Karena itu perlu langkah bijak. Ada jalan tengahnya dengan memberikan usul inisiatif. Perppu disahkan dulu, baru mengamademen Perppu tersebut bersama DPR," paparnya.
Lalu, bagaimana nasib 188 kasus Pilkada saat kekosongan hukum itu terjadi? Yuzril mengatakan, hal itu dikembalikan kepada Presiden Jokowi untuk mencari jalan keluarnya.
"Ya itu resiko Jokowi, serahkan saja kepadanya, dia mau apa," pungkasnya.
Seperti diketahui, setelah anggota DPR RI periode 2009-2014 mensahkan UU No 22 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang dipilih oleh DPRD.
Presiden SBY yang saat itu langsung mengeluarkan dua Perppu, yakni Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota serta Perppu nomor 2 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menganggap UU tersebut memundurkan demokrasi.
SBY menegaskan Perppu tersebut merupakan bukti bahwa dirinya konsisten mendukung pilkada langsung dengan menghapus UU Pilkada yang mengatur pemilihan kepala daerah melalui DPRD.