Suara.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyayangkan pemerintah turut campur dalam pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) Golkar IX.
Salah satunya, Menteri Kordinator Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam) Tedjo Edhi Purdijatno yang meminta aparat kepolisian tidak memberikan izin pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar di Bali pada 30 November 2014.
"Ya kalau takut enggak usah jadi pemerintah. Karena tugas mereka mengatur untuk tidak ada keributan. Nanti malah dituduh meruncing suasana. Serahkan itu pada mekanisme. Semua ada petugasnya. Kan Jokowi naik, ekonomi class bilang Indonesia aman, kok Menkopolkamnya bilang nggak aman?" kata Fahri di DPR, Rabu (26/11/2014).
Dia berharap, pemerintah dalam hal ini tidak mencampuri urusan partai politik, seperti yang terjadi pada PPP dan adanya surat dari Sekretaris Kabinet yang melarang menterinya untuk rapat di DPR.
"Jangan pakai birokrasi negara ini untuk tujuan-tujuan yang menyeret pelanggaran," tegasnya.
Politisi PKS ini malah menilai Menkopolhukam yang sekarang ini tidak canggih karena tidak paham politik nasional.
"Saya harapkan Jokowi memiliki penasehat politik dan hukum yang canggih. Jokowi boleh tidak mengerti banyak masalah, mantan Wali Kota tidak terbiasa dengan politik nasional, tapi penasehatnnya jangan bodoh," ucap Fahri.
Menkopolhukam yang meminta aparat kepolisian tidak memberikan izin pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar di Bali pada 30 November 2014. Alasannya, Munas di Bali itu ditakutkan membuat kekacuan di masa liburan akhir tahun.
"Kami khawatir akan ada travel warning, Indonesia jadi rugi kan? Saya minta pimpinan Golkar untuk menunda sampai sesuai dengan rencana bulan Januari 2015 di Jakarta. Itu saja sudah," kata Tedjo di Kantornya, Selasa 25 November malam.