Suara.com - Kesabaran pemerintah Indonesia sepertinya sudah habis melihat kian maraknya kasus pencurian ikan oleh kapal nelayan asing di perairan laut Indonesia. Saban tahun Indonesia menderita kerugian sekitar Rp300 triliun akibat kasus pencurian oleh kapal asing. Jumlah itu sangat jauh dari pendapatan negara yang masuk dari sektor kelautan yang hanya Rp300 miliar per tahun.
Hitungan kerugian negara akibat illegal fishing yang mencapai Rp300 triliun itu agaknya bukan sekedar isapan jempol, sebab menurut laporan tidak kurang dari 5.400 kapal asing beroperasi mencuri ikan di perairan laut Indoensia.
Karena itu sangat beralasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan agar Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk langsung menenggelamkan kapal-kapal yang tertangkap melakukan pencurian ikan di laut Indonesia.
Tindakan tegas itu memang harus dilakukan untuk menimbulkan efek jera bagi warga negara asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia. Perjuangan untuk menyelamatkan kekayaan negara itu perlu didukung semua pihak.
Seperti diberitakan sejumlah media pekan ini, Menteri Susi bersama instansi terkait menangkap tiga kapal asing yang mencuri ikan di perairan laut Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Menindaklanjuti laporan tentang illegal fishing di perairan laut Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, Menteri Susi menggelar rapat dengan Dirjen Kepulauan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) Sudirman Saad, Bupati Berau Makmur, Kapolres, Dandim, serta Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Berau.
Di Berau, Susi juga menginstruksikan kepada Tim Kementerian dan Kelautan (KKP) untuk menangkap kapal asing pencuri ikan. Tercatat 132 kapal asing jenis perahu/sampan berhasil diamankan. Susi menyebutkan kelompok ini sebagai manusia perahu. Jumlahnya mencapai 400 orang dan berasal dari Malaysia dan Filipina. Mereka adalah manusia perahu, ada yang banyak dari Samporna (Malaysia) dan dari Gunggau Filipina.
Masuknya kelompok asing ini ke Indonesia, Menurut Susi, sudah melanggar ketentuan teritorial karena tidak memiliki izin resmi. Apalagi setelah melakukan aktivitas seperti penangkapan ikan dan perusakan lingkungan. Ia mengatakan menurut UU kedaulatan negara, itu sudah melanggar teritorial. Jadi itu saja sudah salah.
Susi mencurigai penangkapan ikan yang dilakukan kelompok ini menggunakan bom dan potas. Meski belum mendapatkan bukti bahan kimia saat penangkapan kapal, namun investigasi akan terus dilanjutkan.
Terkait dengan perintah Presiden Jokowi untuk menangkap kapal asing yang mencuri ikan di perairan laut Indonesia TNI Angkatan Laut menyiagakan empat Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) untuk melakukan potroli pengamanan perairan laut di wilayah utara Indonesia. Kapal perang itu adalah KRI Kakap 811, KRI Pulau Rengat 711, KRI Birang 831, dan KRI Suluh Pari 809.
"Saat ini kapal perang itu siaga di perairan laut Balikpapan, Kalimantan Timur," kata Komandan Pangkalan TNI AL (Danlanal) Balikpapan Kolonel (P) Ariantyo Condrowibowo di Balikpapan.
Ia mengatakan empat KRI itu akan melaksanakan tugas patroli dan penjagaan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II, yaitu Selat Makassar, Laut Sulu, Laut Sulawesi, di perbatasan Indonesia dengan Malaysia dan Filipina di wilayah utara.
"Saat ini yang menjadi perhatian utama kami adalah melindungi nelayan kita dan pencegahan nelayan asing yang mencuri ikan di perairan kita," katanya.
Keempat KRI itu, menurut Arianttyo, bersenjata lengkap. KRI Suluh Pari misalnya yang merupakan kapal asli buatan Indonesia yang memang dirancang untuk patroli cepat dan sigap dalam pengejaran.
"Kecepatannya KRI tersebut mencapai 20 knot dan todongan meriam Oerlikon 20 mm langsung bisa membuat kapal pencuri ikan tidak berkutik," katanya.
Menurut dia, nelayan asing yang masuk perairan Indonesia ke ALKI II, atau turut memanfaatkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia berasal dari berbagai negara di utara Indonesia. Dia mengakui pada siang hari, saat sedang dalam pemantauan kapal-kapal patroli Indonesia, kapal-kapal nelayan asing itu berada di luar wilayah perairan Indonesia.
"Namun ketika malam mereka masuk perairan kita dan mulai menangkap ikan. Modusnya antara lain begitu," kata Ariantyo.
Kapal-kapal asing yang umumnya berukuran besar ada yang menggunakan lampu ribuan watt untuk menarik ikan datang dan berkumpul. Ini mengakibatkan nelayan-nelayan Indonesia yang tidak memiliki fasilitas serupa tidak kebagian ikan.
"Untuk menjaga kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan, khususnya untuk kawasan utara Kaltim, maka kapal pengawas dan patroli laut telah ditambah dari dua unit menjadi tiga unit," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kaltim Iwan Mulyana.
Sejak dulu di wilayah Kaltim rawan terjadi pencurian ikan sehingga Kementerian Kelautan dan Perikanan menambah lagi satu unit kapal patroli. Adapun kapal patroli yang sebelumnya melakukan pengawasan untuk kawasan laut utara Kaltim tersebut, yakni Kapal Hiu 003 dan Hiu 005. Kemudian saat ini ditambah Kapal Hiu 007 sehingga jumlahnya menjadi tiga unit kapal.
Walaupun kegiatan patroli ini dilakukan oleh pihak Kementerian, namun Dinas Kelautan dan Perikanan Kaltim terus melakukan koordinasi dan menjalin komunikasi untuk kelancaran pengawasan karena berada di wilayah Kaltim.
Bahkan DKP Kaltim telah melakukan kerja sama dengan aparat kepolisian daerah melalui Polairud serta TNI AL. Selain pengawasan juga dilakukan penindakan terhadap para pelaku pencurian ikan yang telah tertangkap.
Gebrakan pemerintah Indonesia dibawah kepemimpinan Jokowi-JK mengultimatum nelayan-nelayan asing yang mencuri ikan di perairan laut Indonesia diharapkan dapat menjadi shock therapy bagi para pelaku illegal fishing.(Antara)