Suara.com - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) meminta dilibatkan dalam pembahasan revisi Undang-undang (UU) nomor 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3). Wakil Ketua DPD, Farouq Muhammad menegaskan, hal itu sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
"Substansinya kami khawatir apa yang kita perjuangkan selama ini tidak terakomodir," kata Farouq saat memberikan konferensi persnya di kawasan Senayan, Jakarta, Minggu (23/11/2014).
Menurutnya, keterlibatan DPD dalam setiap keputusan di DPR sesuai dengan UUD 1945 pasal 22 D dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 92/PUU-X/2012 tertanggal 27 Maret, terkait dengan permohonan pengujian UU atas UU nomor 27/2009 tentang MD3, yang berbunyi DPD harus dilibatkan dalam pembahasan UU melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
"MD3 itu masuk kategori UU yang harus dibahas dengan DPD. Materi UU juga menyangkut DPD. Kita juga mau DPD diikutsertakan, karena UU ini juga yang mengatur DPD," tambah Farouq.
Sementara itu, Wakil Ketua Komite I DPD Benny Ramdhani mengatakan, keputusan untuk merevisi UU nomor 17/2014 tentang MD3m hanyalah kesepakatan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) di DPR, tanpa melibatkan DPD.
Revisi ini dirasa tidak ada kaitannya dengan kepentingan konstitusi dan kepentingan rakyat.
"Konflik KMP dan KIH itu tidak masuk keadaan luar biasa, dan tidak ada kaitannya dengan kepentingan konstitusi, UU dan kepentingan rakyat, yang disebut berakibat massif pada kondisi sosial masyarakat. Jangan konflik KMP dan KIH ini malah mendegradasi parlemen," tegas Benny.
Karenanya, DPD akan memberikan sikap yang tegas dalam paripurna tentang pembahasan UU ini setelah DPD melakukan paripurna pada hari Selasa 25 November mendatang.
"Hari Selasa kita paripurna (DPD), hari itulah kami akan memutuskan apa sikap dan langkah DPD yang diambil," ujarnya.