Suara.com - Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar mengatakan prihatin dengan keputusan Presiden Joko Widodo yang menetapkan HM Prasetyo sebagai jaksa agung menggantikan M Basrief pada hari Kamis, 20 November 2014.
"Sejak awal Kontras memberikan masukan ke Joko Widodo lewat rumah transisi untuk memilih Jaksa Agung yang memiliki keberanian bekerja pada isu HAM," kata Haris Azhar dalam pernyataan pers yang dikirim kepada suara.com, Jumat (21/11/2014).
Keberanian bekerja pada isu HAM yang dimaksud Haris adalah, mau meneruskan delapan berkas penyelidikan pelanggaran HAM berat oleh Komnas HAM, memiliki pengalaman dibidang HAM, dan memiliki komitmen pada penegakan HAM.
"Juga, penting untuk bukan berasal dari partai politik, karena tersandera oleh kepentingan partai asal, partai koalisi dan rivalitas dengan partai oposisi," kata Haris.
Haris mengatakan nama yang ditunjuk Presiden Jokowi justru tidak memenuhi syarat yang ditawarkan Kontras.
"Presiden gagal memahami konteks HAM hari ini di Indonesia," kata dia. "Kami khawatir dengan masa depan penegakan kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat."
Namun demikian, kata Haris, keputusan sudah dibuat, Kontras akan melihat dalam 30 hari ke depan apakah Jaksa Agung Prasetyo memiliki rencana atas delapan berkas dari Komnas HAM, jika nihil maka itu dinilai sebagai indikasi kemandulan penegakan ham ke depan.
Seperti diketahui penunjukan Prasetyo menimbulkan pro dan kontra. Pihak yang kontra meragukan independensi Prasetyo dalam menegakkan hukum, mengingat dia anggota partai. Sedangkan yang pro mengatakan integritas Prasetyo baru bisa dinilai setelah bekerja.
Bidang hukum sesungguhnya bukan dunia baru bagi Prasetyo. Sebelum masuk partai politik, ia pernah menduduki sejumlah posisi penting di Kejagung. Di antaranya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejagung (2005 - 2006) dan Direktur Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi Kejagung (2005 - 2006).