6.200 Pencari Suaka Masih Terdampar di Indonesia

Laban Laisila Suara.Com
Jum'at, 21 November 2014 | 04:00 WIB
6.200 Pencari Suaka Masih Terdampar di Indonesia
Sekelompok imigran tertangkap penjaga pantai Libya saat hendak menyeberang ke Eropa. (Reuters/Ismail Zitouny)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebanyak 6.200 orang pencari suaka yang kini berada di Indonesia, terpaksa menanti proses resettlement Australia lebih lama akibat adanya pengurangan quota.

"Padahal, quota resettlement ke Australia selama ini adalah yang terbesar dibandingkan dengan quota negara penerima lainnya seperti Selandia Baru, Amerika Serikat, Kanada atau Jerman yang rata hanya menerima di bawah 10 persen saja," kata Febionesta, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dalam surat elektroniknya diterima Antara Riau, Kamis (20/11/2014).

Hal itu disampaikan, terkait kebijakan imigrasi anti resettlement yang baru saja dikeluarkan oleh Pemerintah Australia terhadap para pengungsi yang berada di Indonesia.

Menurut Febionesta, kebijakan ini jelas bertentangan dengan kewajiban Internasional Australia selaku negara pihak dari Konvensi Pengungsi 1951 dan mengakibatkan situasi tidak menentu bagi para pengungsi selama transit di Indonesia.

Dia mengatakan, kebijakan imigrasi yang dikeluarkan pada 18 November 2014 pada dasarnya menolak pencari suaka dan pengungsi untuk proses resettlement (penempatan ke negara ketiga) ke Australia bagi mereka yang mendaftar ke UNHCR Indonesia per 1 Juli 2014.

"Kebijakan tersebut juga memutuskan untuk memotong kuota resettlement pengungsi dari 600 orang menjadi 450 per tahun saja mereka yang datang sebelum Juli 2014," katanya.

Artinya, kebijakan tersebut memastikan sekitar 1.911 orang pencari suaka dan pengungsi yang mendaftar ke UNHCR setelah Juli 2014, tidak akan memperoleh hak untuk resettlemet ke Australia. Sedangkan para pencari suaka dan pengungsi itu rata-rata berasal dari Afghanistan, Iran, Suriah, Myanmar, Sri Lanka.

Dari seluruh jumlah pencari suaka dan pengungsi tersebut, tercatat sekitar 3.000 orang usia anak-anak.

"Dalam proses penantian tidak menentu yang rata-rata memakan waktu hingga tiga tahun bahkan lebih ini, pencari suaka dan pengungsi menjadi sangat rentan. Sebab di Indonesia, mereka tidak memiliki hak untuk bekerja, hak atas kesehatan, hak atas tempat tinggal dan akses terhadap pendidikan dasar bagi anak-anaknya," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI