Suara.com - Kementerian Luar Negeri RI mengatakan akan mengawasi pelaksanaan kebijakan baru pemerintah Australia yang menolak pencari suaka yang mendaftarkan diri ke badan pengungsi PBB di Indonesia setelah 1 Juli 2014.
"Ini adalah kebijakan pemerintah Australia dan dilaksanakan oleh pemerintah Australia sendiri. Jika ada dampak yang merugikan kepentingan Indonesia, kami akan mengambil langkah untuk melindungi kepentingan Indonesia," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Michael Tenne di Jakarta, Rabu (19/11/2014).
Dia mengatakan masalah pencari suaka harus ditangani melalui pendekatan komprehensif yang melibatkan berbagai pihak, seperti negara asal, negara transit dan negara tujuan. Menurut Michael, langkah komprehensif meliputi pencegahan, deteksi dini, dan perlindungan untuk para pencari suaka.
"Juga harus ada proses hukum yang jelas untuk mereka yang menyalahgunakan para pencari suaka, khususnya dalam konteks penyelundupan manusia, orang yang mengambil keuntungan dari kondisi para pencari suaka," ujar dia.
Para pencari suaka yang mendaftar ke badan pengungsi PBB di Indonesia sebelum 1 Juli 2014 akan tetap ditampung oleh Australia.
Namun, para pencari suaka harus menunggu lebih lama di Indonesia sebelum mendapat tempat di Australia karena negara tersebut memangkas jumlah tempat yang dialokasikan.
Menteri Imigrasi Australia Scott Morrison mengatakan aturan baru ini dirancang untuk menghentikan aliran pencari suaka ke Indonesia dari Pakistan, Iran dan Afghanistan.
"Para penyelundup menyelundupkan orang ke Indonesia untuk dapat dimukimkan di Australia." ujar Morrison kepada radio ABC, Rabu kemarin (18/11/2014).
Komisi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) di Indonesia hingga saat ini mencatat ada 10.623 pencari suaka dan pengungsi di Indonesia yang masih menunggu untuk dapat dimukimkan kembali hingga April.
Sementara, sekitar 100 orang mendaftarkan dirinya di kantor UNHCR Jakarta setiap minggu.