Suara.com - Kenaikan harga bahan bakar minyak dianggap sebagai pil pahit bagi rakyat Indonesia. Namun, pil pahit ini jangan dianggap sebagai racun, tapi jamu yang menyembuhkan.
Hal itu dikatakan politikus PDI Perjuangan Rieke Dyah Pitaloka saat disinggung tentang kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Rieke sendiri merupakan tokoh yang keras menolak kenaikan harga BBM pada era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Kenaikan harga BBM jadi keputusan pemerintah tentu saja. Ini kita ketahui menjadi pil pahit, mau tidak mau kita harus akui ini menjadi pil pahit untuk rakyat," kata Rieke di DPR, Jakarta, Selasa (18/11/2014).
Analogi pil Pahit ini, sambung Rieke, perlu ditelan bulat-bulat. Dan diharapkan, bisa menjadi obat bagi perekonomian di Indonesia.
"Tapi tentu saja kita berharap pil pahit ini tidak menjadi racun atau bisa yang mematikan tetapi seperti jamu kemudian memberikan kesehatan ekonomi dan tentu saja sebagai upaya untuk menuju kedaulatan energi," ujarnya.
Diketahui, Presiden Jokowi menaikkan harga BBM bersubsidi berjenis premium sebesar Rp2000. Harga itu kini berubah, dari Rp6.500 menjadi Rp8.500. Tidak hanya premium bersubsidi, pemerintah juga menaikan harga Solar. Solar sebelumnya Rp5.500 menjadi Rp6.500.