Suara.com - Kapolda Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat Irjen Pol Anton Setiadji berjanji kepada seluruh jurnalis bahwa tindak penganiayaan dan pengeroyokan yang dilakukan oleh anak buahnya merupakan yang terakhir kalinya terjadi.
"Saya berjanji, ini tidak akan lagi terjadi di masa mendatang. Ini terakhir kalinya ada anggota yang menganiaya wartawan dan ini janjiku," katanya di Makassar, Jumat (14/11/2014).
Kepada sejumlah jurnalis, dirinya meminta agar melaporkan setiap anggotanya yang melakukan penganiayaan itu ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) dan selanjutnya ke bagian Profesi dan Pengamanan (Propam).
Anton berjanji hanya akan menindak anggotanya jika memang ada laporan yang masuk dan dilengkapi dengan bukti.
"Kalau memang jelas pelanggaran hukumnya, maka laporkan dan jika ada bukti-buktinya juga serahkan kepada penyidik agar segera diproses," katanya.
Mantan Kepala Divisi Hukum (Kadivkum) Mabes Polri itu menyatakan sangat mengetahui persis kerja jurnalistik, apalagi wartawan dilindungi Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Selain itu, dirinya mengaku siap bertanggung jawab atas apa yang terjadi di lapangan, di mana dirinya mendapat laporan jika banyak anak buahnya mengejar para wartawan dan menganiayanya serta merusak fasilitas wartawan seperti kamera dan handy cam.
Anton juga membantah kalau dalam insiden pengamanan aksi unjuk rasa yang berakhir bentrok itu ada komando yang memukul rata semuanya termasuk para wartawan yang meliput aksi unjuk rasa tersebut.
"Saya tegaskan tidak ada komando (perintah) seperti itu. Perintahnya jelas sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) tetapi menganiaya wartawan itu tidak ada," katanya.
Kebringasan' polisi yang sedang bertugas mengawal aksi unjuk rasa penolakan pencabutan subsidi bahan bakar minyak (BBM) di Jalan AP Pettarani, depan kampus UNM Makassar, Kamis (13/11/2014), berakhir bentrok dengan mahasiswa setelah Wakapolrestabes Makassar AKBP Totok Lisdiarto terluka karena anak panah.