Suara.com - Menurut catatan praktisi hukum Petrus Bala Pattyona, saat ini ada 84 terpidana mati kasus narkoba. Tetapi menurut pengamatannya, sejauh ini baru lima eksekusi yang dijalankan kejaksaan.
Petrus menilai hal itu menunjukkan adanya ketidaksinkronan antara pendapat hakim agung dan kejaksaan.
"Artinya apa, tidak sinkron antara pendapat hakim dan praktik eksekusi," kata Petrus kepada suara.com, Kamis (13/11/2014).
Petrus menambahkan kalau eksekusi hukuman mati terhadap terpidana dijalankan dapat memberikan contoh kepada masyarakat. Tapi, kata dia, kalau vonis tersebut hanya dibuat di atas kertas atau tidak dijalankan di lapangan, maka sia-sia dan justru bisa membuat orang jahat semakin tidak takut lagi dengan ancaman hukuman mati.
Petrus menilai dengan tidak dilaksanakannya hukuman mati oleh eksekutor, sama artinya dengan pembangkangan terhadap putusan hakim secara diam-diam.
"Secara institusi, orang melawan. Kalau (vonis) tidak dilaksanakan, kan berarti lawan secara diam-diam," kata Petrus.
"Kalau putusan hanya pajangan, jaksa sudah lawan hakim, diam-diam melawan."
Itu sebabnya, kata Petrus, seharusnya para hakim malu atas vonis hukuman mati karena banyak yang tidak dilaksanakan.
"Hakim dilecehkan. Karena apa? bisa karena nurani si eksekutor atau jaksa sebenarnya tidak setuju," kata Petrus.
"Jadi sebenarnya para hakim agung itu introspeksi putusan-putusannya, kenapa banyak putusan, tapi jaksa melempem."