Suara.com - Mahkamah Agung memperberat hukuman Wawan (39), orang yang membunuh Fransisca Yofie (34) secara sadis, dari hukuman seumur hidup menjadi hukuman mati.
Menanggapi hal itu, praktisi hukum Petrus Bala Pattyona mengatakan hukuman mati atau pidana mati memang dijamin oleh UU atau hukum positif. Tapi, Petrus mempertanyakan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman tersebut, yakni untuk memberikan efek jera kepada masyarakat.
"Kalau pertimbangannya untuk memberi efek jera, itu tidak benar. Kenapa? pertanyaan lanjutan adalah apakah dengan adanya hukuman mati itu -- baik dalam kasus pembunuhan, narkoba, atau kasus kriminal berat lainnya -- pelaku atau masyarakat yang ingin berbuat jahat lantas akan berhenti melakukan perbuatan jahatnya? itu bukan jaminan," kata Petrus kepada suara.com, Kamis (13/11/2014).
Itu sebabnya, menurut Petrus, pertimbangan hakim untuk memberikan efek jera perlu diuji lagi.
Petrus lebih setuju pelaku kriminal berat dihukum penjara seumur hidup. Karena hal itu akan membuat nestapa terpidana.
Lebih jauh, Petrus mengkritik banyaknya vonis hukuman mati yang dijatuhkan hakim kepada terpidana kasus narkoba, tapi tidak dilaksanakan.
Menurut catatan Petrus ada 84 terpidana mati kasus narkoba, tetapi menurut pengamatannya, jaksa baru menjalankan lima kali eksekusi.
"Artinya apa, ini tidak sinkron antara pendapat hakim dengan praktik eksekusi," kata Petrus.
Menurut Petrus kalau vonis hukuman mati hanya sebatas di atas kertas atau tidak dijalankan, maka hal itu semakin tidak membuat orang takut melakukan tindakan melanggar hukum.
"Jadi sebenarnya, kurang pas, kalau pelaku dihukum mati. Seumur hidup saja biar sengsara di penjara," kata Petrus.