Dokter: 13 Kali Disodomi, Korban Bisa Mati

Doddy Rosadi Suara.Com
Rabu, 12 November 2014 | 19:06 WIB
Dokter: 13 Kali Disodomi, Korban Bisa Mati
Ilustrasi: JIS. (suara.com/Bowo Raharjo)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sidang lanjutan kasus dugaan kekerasan seksual di TK Jakarta International School (JIS) mengungkap sebuah fakta mencengangkan. dr Jefferson dari rumah sakit Polri yang dihadirkan sebagai ahli mengungkapkan, bahwa nanah yang ada di anus MAK bukan dari penyakit herpes melainkan akibat bakteri. Penyakit ini juga tidak ada kaitannya dengan sodomi.

"Jika memang benar korban disodomi sampai 13 kali pasti sekarang sudah mati," ujar Jefferson seperti  disampaikan oleh Patra M. Zen, kuasa hukum Agun Iskandar, seperti yang diterima suara.com dalam keterangan tertulis, Rabu (12/11/2014).

dr Jefferson juga mempertanyakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap anus terdakwa, bukan anus korban sebagaimana diminta oleh polisi. "dr Jefferson juga bingung dengan permintaan polisi, kenapa anus terdakwa yang diperiksa, bukan anus korban. Ini adalah bukti kejanggalan berikutnya dari kasus ini," tambah Patra.

dr Jefferson adalah salah satu dari dua ahli yang dihadirkan oleh JPU di luar saksi yang ada di BAP. Kedua ahli ini dihadirkan setelah 13 saksi dalam 14 persidangan yang telah dilakukan tidak menemukan fakta adanya sodomi yang dilakukan pekerja kebersihan JIS terhadap AK, siswa TK di sekolah itu.
 
Pernyataan dr Jefferson hari ini semakin memperkuat kesaksian dr Narrain Punjabi dari SOS Medika dalam sidang 29 September 2014. Dia menyebut bahwa adanya herpes pada AK kemungkinan akibat salah diagnosa.

Namun permintaan dr Narrain agar MAK kembali diperiksa seminggu setelah pemeriksaan pertama tanggal 22 Maret tidak diindahkan ibu korban. Berbekal diagnosa awal dari SOS Medika itulah ibu AK mengungkap bahwa anaknya telah disodomi dan 6 pekerja kebersihan jadi pelakunya. Akibat laporan ibu AK ini satu orang pekerja kebersihan JIS tewas saat penyidikan di Polda Metro Jaya dan 5 orang lainnya kini jadi terdakwa.

Patra menambahkan, ahli lain yang dihadirkan yaitu Psikolog Setyanu Ambarwati. Dalam keterangannya Ambarwati menyatakan bahwa MAK memang mengalami trauma. Ambarwati juga menegaskan bahwa korban tidak akan kembali ke tempat yang membuat trauma. Namun kenyataannya, MAK masih kembali ke sekolah jika memang trauma itu terjadi akibat adanya kekerasan seksual di sekolah.

"Artinya trauma itu terjadi bukan karena sodomi. Bisa jadi korban trauma karena akibat laporan ibu korban ke polisi harus mengikuti serangkaian pemeriksaan, seperti di rumah sakit, polisi dan juga jadi saksi," imbuhnya.

Keterangan Ambarwati hari ini sejalan dengan penjelasan Seto Mulyadi dalam sidang 13 Oktober 2014. Seto yang menjadi psikolog MAK setelah kasus ini mencuat ke publik menegaskan, bahwa jika sodomi terjadi maka korban tidak akan mungkin untuk kembali ke lokasi kejadian. Apalagi sesuai BAP tindakan kekerasan seksual itu dilakukan selama periode Desember 2013-Maret 2014 di lokasi yang sama.

Namun dalam sidang tanggal 3 November dua guru MAK yaitu Murphy Neal Vohn dan Lusiana Christina Siahaan menegaskan bahwa siswanya ini selama Desember 2013 - Maret 2014 tetap ceria di sekolah dan masih menggunakan toilet yang diduga sebagai tempat kejadian itu.

"MAK melakukan aktivitas seperti hari-hari biasa dan tetap ceria. Tidak ada unsur trauma atau hal-hal aneh pada diri MAK ketika berada disekolah," demikian keterangan Murphy usai sidang di PN Selatan seperti disampaikan kembali oleh Patra.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI