Suara.com - Kepala urusan luar negeri Uni Eropa, Federica Mogherini mendesak agar Yerusalem dijadikan sebagai ibu kota bersama Israel dan Palestina di masa depan.
"Saya berpendapat Yerusalem dapat dan harus dijadikan sebagai ibu kota dua negara," kata Mogherini kepada sejumlah wartawan di Ramallah, seperti dikutip dari Reuters dan AFP, Minggu (9/11/2014).
Status kepemilikan Yerusalem adalah salah satu persoalan sensitif yang selalu menjadi penghalang tercapainya kesepakatan dama antara Israel dengan Palestina selama puluhan tahun.
Palestina di satu sisi berupaya mendirikan negara merdeka di wilayah Tepi Barat dan Gaza dengan Yerusalem bagian timur sebagai ibu kota. Sementara Israel di sisi lain mengklaim sepenuhnya kepemilikan atas kota suci tersebut.
Usulan Mogherini muncul di tengah terus memanasnya situasi karena rencana Israel mendirikan pemukiman baru di Yerusalem timur dan tuntutan kelompok ekstrimis Yahudi atas hak melakukan ritual agama di Masjid Al-Aqsa.
Selain itu, kekerasan juga terus terjadi. Pihak kepolisian menembak mati seorang pemuda Arab berkewarganegaraan Israel saat hendak melindungi anggota keluarga yang ditangkap.
Pihak kepolisian mengatakan bahwa pembunuhan dilakukan setelah mereka mengeluarkan tembakan peringatan. Namun pihak keluarga membantahnya dan menuduh sebaliknya.
Kematian pemuda Kheir Hamdan tersebut memicu demonstrasi oleh ratusan orang di tempat Hamdan akan dikuburkan.
Penembakan Hamdan terjadi setelah bentrok antara pihak kepolisian Israel dengan pemuda Palestina di Yerusalem timur.
Untuk meredakan situasi yang terus memanas itu, Menteri Pertahanan Israel Moshe Yaalon mengatakan bahwa warga Yahudi--yang selama ini hanya diizinkan mengunjungi Masjid Al-Aqsa--tidak akan diberi wewenang untuk melakukan doa di tempat tersebut.