Ini Kriteria Jaksa Agung yang Harus Dipilih Jokowi

Laban Laisila Suara.Com
Minggu, 02 November 2014 | 14:59 WIB
Ini Kriteria Jaksa Agung yang Harus Dipilih Jokowi
IMG-20131128-00198
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Peneliti pada Divisi Kajian Hukum Tata Negara dari Sinergi Masyarakat untuk Indonesia (Sigma) Imam Nasef mengatakan Jaksa Agung RI terpilih harus berkarakter reformis dan pemberani.

"Agar linier dengan salah satu visi Presiden Jokowi di bidang penegakan hukum, yaitu reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas dari korupsi, untuk posisi Jaksa Agung, Presiden harus memilih orang yang berkarakter reformis dan pemberani," ujar M. Imam Nasef dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (2/11/2014).

Menurut dia, calon-calon dari kalangan eksternal tentu lebih potensial memiliki karakter itu daripada kalangan internal.

"Mungkin saja calon-calon dari kalangan internal telah tersandera atau setidak-tidaknya telah terpengaruh oleh kultur birokrasi yang kurang sehat di lembaga itu sehingga sulit melakukan reformasi di lembaga itu," kata dia.

Selain itu, dia mengutarakan bahwa Presiden juga harus ekstra hati-hati dalam memilih jaksa agung, sekurang-kurangnya tiga kriteria ini harus dijadikan sebagai batu uji, yaitu independensi, "track record", dan kompetisi.

Pertama, terkait independensi, Jaksa Agung RI harus benar-benar orang yang merdeka, terlepas dari kepentingan politik, dan tidak berafiliasi dengan partai politik, apalagi menjadi anggota atau pengurus parpol.

Kedua, terkait jejak rekam, Jaksa Agung RI tidak boleh memiliki rekam jejak yang buruk, misalnya pernah terlibat kasus hukum, apalagi korupsi. Selain itu, harus memiliki integritas tinggi.

Ketiga, terkait dengan kompetensi, Jaksa Agung RI selain harus memiliki kualitas kepemimpinan yang baik juga harus memiliki kemampuan yang mumpuni di bidang penegakan hukum, minimal punya pengalaman di bidang itu.

Kriteria-kriteria itu, menurut dia, sangat dibutuhkan seorang jaksa agung mendatang untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum itu.

"Tidak dapat dipungkiri saat ini lembaga itu masih dihinggapi 'public distrust' akibat kekurang profesionalan dalam menangani sejumlah kasus dan terungkapnya beberapa kasus pelanggaran hukum terutama korupsi yang justru dilakukan oleh oknum kejaksaan sendiri," ujar dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI