Pengamat: UU MD3 'Biang Kerok' Kisruh di Parlemen

Sabtu, 01 November 2014 | 15:48 WIB
Pengamat: UU MD3 'Biang Kerok' Kisruh di Parlemen
Trimedya Panjaitan (kanan), Dwi Ria Latifa (tengah) dan Junimart Girsang (kiri), dalam sidang uji materi UU MD3 di Gedung MK, Jakarta, Senin (29/9). [Antara/Andika Wahyu]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Ronald Rofriandri, menyebut bahwa Undang-Undang (UU) MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) merupakan semacam "biang kerok" atas munculnya kisruh di internal parlemen. Menurutnya, UU MD3 yang baru itu sebenarnya tidak perlu terbentuk, selama UU yang lama masih bisa mengakomodasi kepentingan setiap pihak secara proporsional.

"UU MD3 ini adalah pengganti dari yang lama. Menurut saya, jika yang lama saja bisa mengakomodasi politik yang proporsional, lalu kenapa harus diubah?" kata Ronald, dalam diskusi di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (1/11/2014).

Menurut Ronald, dengan adanya perubahan dalam undang-undang tersebut, membuat salah satu kubu dapat menilai adanya rekayasa politik. Oleh karena itu, dia berharap kepada pimpinan DPR untuk mengatasi permasalahan yang tengah berlangsung tersebut.

Ronald juga mengingatkan bahwa sebenarnya hal yang sama pun dilakukan PDIP sebelumnya, dengan melakukan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Namun judicial review itu ditolak oleh MK.

"Kalau (uji materi) UU MD3 diajukan lagi, pasti MK akan bertanya-tanya tentang hal mendesak apa yang membuat MK harus setuju? Ketimbang mengajak pihak ketiga, lebih baik internal DPR selesaikan masalahnya dahulu. Memang, munculnya perubahan ini bisa menimbulkan penilaian (adanya) rekayasa politik," papar Ronald.

Lebih jauh, dia menyarankan agar semua pihak (KIH maupun KMP) dapat mengintrospeksi diri serta melepaskan segala egonya, agar pemerintah segera menjalankan kerjanya. Sebab hal ini dinilai sangat merugikan kinerja pemerintahan ke depannya.

"Nanti dengan terus-menerusnya masalah ini, akan menghambat kinerja pemerintah. Karena yang akan berurusan dengan DPR kan bukan cuma kabinet (para menteri) nantinya. Ada BPK, KY, MA, dan banyak lagi lainnya yang juga akan berurusan dengan DPR," tutupnya. [Nikolaus Tolen]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI