Suara.com - Anggota Panitia Khusus UU Pornografi dari Fraksi PDI Perjuangan DPR periode 2004-2014 Eva Kusuma Sundari mengatakan dalam penegakan hukum, sepatutnya fokus pembahasannya pada tindakan pelaku, bukan status ekonomi pelaku. Hal ini terkait dengan kasus Muhammad Arsyad alias Arsyad Assegaf alias Imen (24).
Arsyad adalah pembantu tukang sate yang ditangkap polisi karena melakukan bullying terhadap Presiden Joko Widodo dengan cara mengganti wajah dua bintang porno dengan wajah Jokowi dan Megawati, lalu menyebarkannya kepada publik.
"Ini kasus pengunggahan content pornografi, bukan tukang sate. Penyebaran pornografi, bukan bullying," kata Eva kepada suara.com, Jumat (31/10/2014).
Eva juga mengatakan bahwa sepatutnya pembahasan soal Aryad tidak dikaburkan bahwa isunya personal, yaitu Presiden Jokowi, tetapi itu adalah isu publik.
"Kita telah berkomitmen untuk melindungi anak-anak dari bahaya pornografi," kata Eva.
Eva menjelaskan bahwa pelaporan kasus Aryad kepada polisi dilakukan sebelum Jokowi menjadi Presiden RI.
"Dan tentu bukan wewenang Presiden untuk menghentikan proses hukum, karena penegakan hukum harus independen bebas intervensi dari eksekutif dan legislatif," kata Eva.
Tapi secara pribadi, kata Eva, Presiden Jokowi akan mengampuni perbuatan Arsyad.
"Tapi kewajiban Presiden juga harus menunjukkan komitmen kewajiban negara untuk hadir memberikan perlindungan anak dan perempuan dari sexual crime," kata Eva.
Kasus Arsyad, kata Eva, berbeda dengan kasus-kasus menyerang Jokowi sebelumnya. Dimana dalam kasus sebelumnya, Jokowi tidak pernah menyoal serangan, misalnya diserang dengan kata-kata PKI, zionis, boneka, kemudian ketika digambarkan sedang memijat Megawati atau dijadikan bayi dalam gendongan Megawati.