Seorang pejabat Amerika Serikat (AS), melontarkan pendapat yang cukup mencengangkan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Dalam sebuah wawancara dengan jurnalis sebuah majalah AS, si pejabat yang tidak disebut namanya itu mengatakan PM Netanyahu sebagai seorang pengecut.
"Hal yang bisa dikatakan soal Bibi (sapaan akrab Netanyahu) adalah, dia itu seorang pengecut," kata si pejabat seperti dikutip Reuters dari The Atlantic Magazine.
"Hal yang baik tentang Netanyahu adalah bahwa ia takut melancarkan perang," kata si pejabat menyinggung keragu-raguan Israel dalam menyikapi program nuklir Iran.
"Hal buruk tentangnya adalah bahwa ia tidak mau melakukan apapun untuk mencapai kesepakatan dengan Palestina atau dengan negara-negara Arab yang beraliran Sunni," tambah si pejabat.
Netanyahu, imbuhnya, hanya tertarik "melindungi dirinya sendiri dari kekalahan politis... ia tidak punya nyali".
Tentu saja, sebutan itu membuat telinga Netanyahu memerah. Ia mengomentari hal itu dalam sebuah acara peringatan kematian seorang menteri kabinet yang dibunuh Palestina pada tahun 2001.
"Tujuan utama kita, yakni keamanan dan kesatuan Yerusalem, tidak menjadi perhatian para pejabat anonim yang menyerang kita dan saya secara pribadi, karena serangan pada saya hanya karena saya mempertahankan Negara Israel," kata Netanyahu.
"Meski diserang, saya akan melanjutkan mempertahankan negara kita. Saya akan terus melindungi warga Israel," tutupnya.
Gedung Putih, melalui juru bicaranya, Alistair Baskey, membantah bahwa pernyataan sang pejabat anonim mewakili pandangan pemerintah AS.
"Jelas itu bukan sudut pandang pemerintah, dan kami pikir, komentar-komentar semacam itu tidak pantas dan kontra-produktif," kata Baskey.
Hal senada diungkap pula oleh Senator dari Partai Republik, John McCain dan Lindsey Graham. Mereka bahkan mengecam pernyataan tersebut.
"Kami sadar bahwa hubungan (AS-Israel) bisa renggang kapanpun. Namun tidak ada alasan bagi pejabat pemerintahan Obama menghina PM Israel, sekutu dekat kita di Timur Tengah," kata keduanya. (Reuters)