Suara.com - HM Prasetyo yang merupakan politisi Partai Nasional Demokrat dan kini menjabat anggota DPR periode 2014-2019, digadang-gadang sebagai kandidat kuat Jaksa Agung. Namanya tiba-tiba menyeruak ke permukaan. Indonesia Corruption Watch menduga ia masuk melalui endorsment partai.
"Jokowi tidak boleh salah pilih Jaksa Agung mengingat pos jabatan tersebut sangat penting dan strategis dalam penegakan hukum. Jaksa Agung harus berintegritas, memiliki kapasitas, paham teknis hukum dan terbebas dari konflik kepentingan," kata Koordinator Badan Pekerja ICW Ade Irawan dalam pernyataan pers yang diterima suara.com, Selasa (28/10/2014).
Ade Irawan mengatakan Prasetyo tidak tepat untuk dijadikan Jaksa Agung. Selama di korps Adyaksa, kata Ade Irawan, Prasetyo tidak memiliki prestasi yang besar. Terlebih lagi, saat ini Prasetyo sudah menjadi politisi, konflik kepentingan dengan partai diyakini akan sangat kentara.
"Ujung-ujungnya kejaksaan berpotensi disabotase kepentingan politik. Penegakan hukum yang obyektif dan equal akan mustahil dicapai," kata Prasetyo.
Untuk menghindari hal tersebut, kata Prasetyo, Jokowi harus hati-hati dalam memilih orang untuk menjadi Jaksa Agung.
"Jangan sampai jabatan Jaksa Agung menjadi posisi bagi-bagi jatah antar partai karena hal tersebut akan merusak korps Adhyaksa," katanya.
Selain Prasetyo, ada lima nama calon Jaksa Agung. Mereka adalah Hamid Awaluddin, mantan Menteri Hukum dan HAM, Muhammad Yusuf yang saat ini menjabat Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Mas Achmad Santosa yang merupakan mantan anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum.
Dari internal Kejagung ada dua orang, yakni Jaksa Muda Pidana Khusus Widyo Pramono dan Wakil Jaksa Agung Adhi Nirwanto.