Suara.com - Penyidik Badan Reserse Kriminal Mabes Polri menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi penjualan aset tanah dan bangunan senilai Rp9,48 miliar dengan terlapor Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) berinisial HR.
"Kasusnya masih dalam lidik (penyelidikan, red)," kata Direktur III Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi Ahmad Wiyagus di Jakarta, Jumat (17/10/2014).
Dia mengatakan, penyidik telah meminta kelengkapan beberapa dokumen kepada pihak yang mengadukan perkara tersebut namun belum dipenuhi.
Wiyagus juga menyatakan belum memeriksa terlapor karena menunggu kelengkapan dokumen yang diminta kepada pihak pengadu.
Sementara itu, pihak pengadu Khresna Guntarto mengadukan HR terkait dugaan korupsi penjualan aset tanah dan bangunan seluas 891 meter persegi berlokasi di Jalan Rasamala Menteng Jakarta Pusat yang sedang dihuni Ali Harris berdasarkan Surat Izin Perumahan (SIP).
Selain itu, Khresna mengadukan penerima kuasa dari HR yakni SY dan SS sebagai pihak yang membeli lahan dan bangunan rumah milik Ali Harris itu.
Khresna menjelaskan kejadian itu berawal saat pimpinan PT Asuransi Jiwasraya melalui kuasa SY mengalihkan aset senilai Rp9,48 miliar kepada terlapor SS berdasarkan Akta Jual Beli Nomor : 10 tertanggal 27 April 2011 di hadapan notaris/PPAT Sukawaty Sumadi.
Kemudian Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor : 1126/Gondangdia balik nama dari PT Asuransi Jiwasraya kepada SS.
Khresna mengungkapkan proses jual beli itu diduga melanggar aturan karena berdasarkan hasil keputusan Tim Penaksir Harga Penjualan terdiri dari PT Asuransi Jiwasraya termasuk komisaris, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Pertanahan Nasional (BPN) DKI Jakarta dan Departemen Prasarana Wilayah menetapkan harga jual aset itu.
Tim Penaksir menetapkan harga aset itu senilai Rp9,4 miliar yang dinyatakan dalam surat PT Asuransi Jiwasraya Nomor : 576/Jiwasraya/K.U.0706 tertanggal 3 Juli 2006.
"Penetapan harga tersebut berlaku hingga 30 September 2006," ujar Khresna.
Menurut Khresna, permasalahan muncul karena Menteri BUMN menerbitkan Surat Nomor : S-559/MBU/2005 perihal persetujuan penghapus bukuan dan penjualan aktiva tetap milik PT Asuransi Jiwasraya tertanggal 14 Desember 2005.
Pada butir delapan Surat Menteri BUMN itu menyatakan persetujuan penjualan aktiva tetap itu diberikan untuk jangka waktu setahun sejak ditetapkan atau hingga 14 Desember 2006.
Namun, Khresna mengungkapkan pihak PT Asuransi Jiwasraya menjual aset itu senilai Rp9,48 miliar kepada terlapor SS berdasarkan Tanda Terima Kwitansi Nomor : 0122827 tertanggal 14 Mei 2008.
"Hal itu melanggar aturan karena penjualan aset sudah jatuh tempo berdasarkan surat Menteri BUMN pada 14 Desember 2006," ujar Khresna.
Selain telah jatuh tempo, Khresna menyatakan kejanggalan lainnya yakni penjualan aset itu tidak sesuai Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) 2011, namun berdasarkan harga penilaian 2006 sekitar Rp9,27 miliar.
Akibatnya, pimpinan PT Asuransi Jiwasraya diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto UU Nomor 20/2001 tentang perubahan UU Nomor 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pihak kuasa penghuni rumah juga menyampaikan pengaduan dugaan kasus yang sama kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Antara)