Suara.com - Militer Amerika Serikat (AS) dilaporkan menutupi temuan senjata kimia di Irak. Kini, senjata kimia berbahaya tersebut dikhawatirkan telah jatuh ke tangan kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Berdasarkan laporan New York Times, militer AS menemukan sekitar 5.000 hulu ledak atau bom kimia pascainvasi AS ke Irak dan jatuhnya rezim Saddam Hussein pada tahun 2003.
Kemudian, diungkap pula, antara tahun 2004 hingga 2011, sedikitnya 17 tentara AS dan tujuh polisi Irak terpapar gas syaraf atau gas mustard. Namun, hal itu sengaja ditutupi oleh Pentagon.
Hingga saat ini, New York Times mengklaim, keterangan mengenai temuan senjata kimia tersebut hanya datang dari pejabat AS dan Irak, dokumen intelijen yang telah disunting, serta wawancara dengan tentara. Ini dilakukan sedemikian rupa agar AS tak kehilangan muka.
George W. Bush, Presiden AS kala itu, menginvasi Irak dengan alasan bahwa Saddam Hussein membangun senjata pemusnah massal. Alih-alih menemukan senjata yang dimaksud, menurut New York Times, AS hanya menemukan peluru artileri 155 milimeter atau roket 122 milimeter. Senjata-senjata yang diproduksi pada era tahun 80an di masa perang Irak-Iran, jelas bukan dirancang sebagai senjata pemusnah massal.
Yang lebih memalukan bagi pemerintah AS, sebagian amunisi yang berisi bahan kimia ternyata dirancang di AS, diproduksi di Eropa, serta diisi dengan bahan kimia di Irak, oleh perusahaan Barat. Amunisi tersebut sama sekali berbeda dengan yang diklaim oleh AS. Akibatnya, personel militer dan staf medis yang tidak dipersiapkan untuk menghadapi situasi tersebut, jadi korbannya.
Namun, yang kini jadi perhatian adalah kenyataan bahwa senjata tersebut berada di Negara Bagian Muthanna, Saat ini, wilayah tersebut berada di bawah kekuasaan ISIS. Pemerintah Irak mengaku memergoki aksi penjarahan senjata berbahaya tersebut lewat kamera pengintai di fasilitas penyimpanannya.
Kendati demikian, AS, melalui Pentagon, mengatakan bahwa senjata tersebut tidak lagi menjadi ancaman. (Independent)