KPK Periksa Hakim MK dan Dirjen Otda

Laban Laisila Suara.Com
Rabu, 15 Oktober 2014 | 15:01 WIB
KPK Periksa Hakim MK dan Dirjen Otda
Juru Bicara KPK Johan Budi usai memberikan keterangan pers tentang operasi tangkap tangan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/9). [Antara/Rosa Panggabean]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menjadwalkan pemeriksaan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Johan dan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Maria Farida Indarti sebagai saksi kasus dugaan korupsi sengketa pilkada Kabupaten Lebak 2013 di MK.

"Mereka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AH (Amir Hamzah, Red)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha, di Jakarta, Rabu (15/10/2014).

Selain keduanya, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lebak Agus Sutisna, Bupati Lebak periode 2014--2019 Iti Octavia Jayabaya, Wakil Bupati Lebak Periode 2014--2019 Ade Sumardi, mantan anggota DPRD Kabupaten Lebak Pepep Faisaludin dan Aang Rasidi.

Keduanya diduga melanggar pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun, ditambah denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.

"Keduanya diduga memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan yang melekat dengan kedudukannya, bersama-sama dengan TCW (Tubagus Chaeri Wardana, Red) dan RAC (Ratu Atut Chosiyah)," kata juru bicara KPK Johan Budi pada 25 September 2014 lalu.

Kasus ini merupakan pengembangan perkara sengketa pilkada di MK yang sudah menyeret mantan Ketua MK Akil Mochtar, Gubernur Banten nonaktif Ratu Atut Chosiyah, dan adik Ratu Atut, pengusaha Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.

"Kasus sengketa pilkada di MK tetap dikembangkan dan belum berhenti di titik yang hari ini," ujar Johan.

Dalam pertimbangan vonis Ratu Atut, hakim menyatakan bahwa Ratu Atut memang menyuap Akil Mochtar senilai Rp1 miliar untuk pengurusan sengketa pilkada Lebak di MK yang berdasarkan hasil Komisi Pemilihan Umum Daerah Banten dimenangkan Iti Oktavia.

Pemberian uang itu, karena Amir Hamzah mengikuti perintah Ratu Atut untuk mengurus sengketa pilkada tersebut dan mendekati Akil Mochtar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI