Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) tidak terkait dengan dugaan korupsi dana Bantuan Pendidikan Masyarakat kota Surakarta (BPMKS).
Soal BPMKS ini dilaporkan oleh Tim Selamatkan Solo, Selamatkan Jakarta, Selamatkan Indonesia ke KPK tahun 2012 lalu.
"Berdasarkan penelusuran dari tim tidak ditemukan data BPMKS yang double dan fiktif. Jelas ya, jadi clear semua untuk urusan Jokowi soal BPMKS," kata Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (14/10/2014).
Adnan menjelaskan, pada tahun 2010 Pemerintah Kota Surakarta menganggarkan dana BPMKS sekitar Rp23 miliar untuk jumlah siswa penerima sebanyak 110 ribu siswa.
Berdasarkan hasil verifikasi data siswa yang dilakukan oleh pelapor, diketahui bahwa jumlah penerima dana BPMKS yang berhak hanya sebanyak 65.394 siswa dengan total dana Rp10,688 miliar.
Laporan itu mengungkapkan, perbedaan data disebabkan karena banyak data ganda.
Permasalahan data ganda telah disampaikan kepada Wali Kota Solo pada saat itu Jokowi, namun Wali Kota tidak melakukan tindakan sebagaimana mestinya dan tetap menyetujui pengajuan anggaran sebesar Rp23 miliar, dengan asumsi jumlah penerima BPMKS 110 ribu siswa.
Diduga terdapat dana BPMKS yang disalurkan untuk siswa fiktif.
Adnan menyatakan dana BPMKS adalah biaya operasional satuan pendidikan/sekolah (BOSP) dana BPMKS tidak diberikan dalam bentuk uang tunai kepada peserta didik/orang tua peserta didik Pemanfaan oleh Satuan pendidkan/Sekolah.
Besaran bantuan BPMKS ditentukan berdasarkan jenis kepemilikan kartu yaitu Silver, Gold dan Platinum. Jumlah sekolah penerima dana BPMKS ada 438.
Menurut Adnan pengujian terhadap BPMKS dilakukan dengan cara diskusi dan paparan secara umum dengan Wali Kota Solo dan jajaran terkait mengenai BPMKS sejak 2010-2014.
Selain itu meminta data terkait proses BPMKS yang mencakup antara lain usulan calon penerima BPMKS dan masing-masing, anggaran dan realisasi BPMKS, rekening koran BPMKS di DPKAD.