AS Enggan Kerahkan Pasukan Darat, ISIS Tak Kunjung Takluk

Ruben Setiawan Suara.Com
Kamis, 09 Oktober 2014 | 15:30 WIB
AS Enggan Kerahkan Pasukan Darat, ISIS Tak Kunjung Takluk
Sebuah bendera hitam berkibar di atas sebuah gedung di Kota Kobani, Suriah. (Reuters/Umit Bektas)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Negara Islam (IS) atau yang lebih dikenal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) berhasil menguasai lebih dari sepertiga Kobani, kota yang terletak di perbatasan Suriah dengan Turki. Padahal, pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat tak hentinya menggempur basis-basis ISIS di dalam dan sekeliling kota.

Informasi tersebut diperoleh dari Badan Pemantau Hak Asasi Manusia Suriah pada hari Kamis (9/10/2014).

"ISIS menguasai lebih dari sepertiga wilayah Kobani. Semua wilayah barat, sebagian kecil wilayah timur laut, dan sebuah wilayah di sebelah tenggara," kata direktur badan Pemantau Hak Asasi Manusia Suriah, Rami Abdulrahman, melalui sambungan telepon.

Rami mengatakan, ISIS bergerak menuju dua distrik pada hari Rabu (8/10/2014) setelah tiga pekan bertempur melawan para pejuang Kurdi.

Hingga Kamis (9/10/2014), pertempuran sengit masih terjadi di Kobani. Sebuah jet terbang berseliweran di atas kota sementara rentetan senjata terdengar di sekitar kota. Beberapa ambulans tampak meluncur kencang dari perbatasan Turki menuju Kota Suruc, yang berada di dalam wilayah Turki.

Bendara ISIS tampak berkibar di tepian timur Kota Kobani pada hari Senin. Sejak saat itu, intensitas serangan udara ke daerah tersebut dilipatgandakan, namun masih belum mampu menghambat pergerakan ISIS.

Amerika Serikat (AS) melalui Pentagon menyatakan, serangan udara di Suriah ada batasnya. Menurut Pentagon, pasukan pemberontak yang ada di Suriah cukup kuat untuk mengalahkan ISIS. Presiden AS Barack Obama juga tidak berniat mengirim pasukan darat ke tempat tersebut.

Pasukan Kurdi mengkritik keputusan tersebut. Mereka menyayangkan AS hanya mengerahkan serangan udara saja yang mereka nilai tidak cukup. (Reuters)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI