Suara.com - Nasib Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 2014 tentang pilkada yang diterbitkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berada di tangan DPR. Perppu tersebut diterbitkan untuk menjamin pilkada langsung tetap digelar di Indonesia.
Terkait penerbitan Perppu, anggota Fraksi Partai Demokrat Khatibul Umam Wiranu memiliki sejumlah catatan. UU Pilkada yang disahkan pada 26 September 2014, katanya, telah menimbulkan ancaman terhadap nilai-nilai demokrasi di Indonesia. Kedaulatan rakyat terancam dengan adanya UU tersebut.
"Hal inilah yang menjadi pijakan Presiden untuk menerbitkan Perppu. Ada kebutuhan untuk menyelamatkan demokrasi inilah yang menjadi dasar materiil pijakan Presiden dalam menerbitkan Perppu," kata Umam dalam pernyataan pers yang diterima suara.com, Kamis (9/10/2014).
Apakah Presiden SBY telah memenuhi syarat penerbitan Perppu? Menurut Umam, Presiden sudah memenuhi syarat penerbitan Perppu. Dalam konstitusi, katanya, ada dua syarat yang harus dipenuhi, yakni pertama, kebutuhan yang bersifat nyata dan kebutuhan yang sifatnya mendesak.
Dalam konteks Perppu Pilkada, kata ada extraordinary needs, kebutuhan yang luar biasa yang harus segera dicari jalan keluar. Jika tidak dicari jalan keluar akan berdampak kerusakan. Kedua, adanya kekosongan hukum sebagai wujud solusi atas kebutuhan yang luar biasa. Perppu merupakan instrumen subyektif dari presiden untuk menyelesaikan kebutuhan atau kegentingan yang memaksa.
Dikatakan, salah satu sumpah yang diucapkan Presiden yakni menegakkan konstitusi. Indonesia sebagai negara demokrasi konstitusional, dimana konstitusi ditujukan untuk menjaga nilai-nilai demokrasi. Membiarkan hancurnya nilai-nilai demokrasi dan konstitusi, kata Umam, masuk kategori pelanggaran terhadap sumpah presiden dan janji di hadapan rakyat.
"Atas dasar itu, basis dan tujuan penerbitan Perppu Pilkada telah memenuhi syarat yang diatur dalam konstitusi," katanya.