Suara.com - Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR Khatibul Umam Wiranu mengingatkan sejumlah masalah terkait dengan komposisi Pimpinan DPR dan MPR yang dikuasai Koalisi Merah Putih.
Umam menjelaskan polarisasi dua kekuatan di Parlemen yang tercermin dalam pemilihan pimpinan DPR/MPR merupakan konsekuensi dari sistem presidensial multipartai. Umam menambahkan desain ketatanegaraan Indonesia pascareformasi berdiri di atas kombinasi (yang secara teoritik mustahil), yakni presidensialisme dengan multipartai.
"Yang mengakibatkan legitimasi ganda: Presiden yang dipilih langsung, dan Parlemen yang anggotanya juga dipilih langsung oleh rakyat. Dalam posisi seperti saat inilah tugas konstitusional DPR ya mengawasi kerja eksekutif," kata Umam dalam pernyataan pers yang diterima suara.com, Kamis (9/10/2014).
Menurut Umam sistem presidensialisme multipartai memberi konsekuensi lanjutan atau turunan, yakni jika Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat tidak mendapatkan dukungan mayoritas partai yang mempunyai anggota Parlemen, pasti menimbulkan persoalan yang amat rumit.
"Dalam sistem presidensial multipartai, Presiden juga harus melakukan kompromi dengan partai politik. Jika tidak melakukan kompromi, situasi politik seperti saat ini tidak bisa dihindari," kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI periode 2009-2014.
Umam mengatakan jalan satu-satunya untuk menyudahi persoalan ketatanegaraan seperti yang terjadi saat ini, pilihan menyederhanakan partai politik mutlak dilakukan.
Presiden dan DPR, kata dia, harus berani menaikkan parliamentary thershold (batas ambang keterwakilan parlemen) minimal 10 persen. Cara ini untuk mendorong terbentuknya sistem presidensial multipartai terbatas. Idealnya ada 3-4 partai politik saja.
Dikatakan, kekalahan koalisi Jokowi dalam UU MD3, UU Pilkada, pemilihan pimpinan DPR/MPR merupakan contoh paling nyata yang diakibatkan oleh sistem presidensialime multipartai.
"Semua pihak tidak boleh kecewa dengan situasi seperti saat ini. Oleh karenanya, MPR periode 2014-2019 ini perlu mendorong amandemen kelima UUD 1945 untuk menyempurnakan konstitusi kita yang masih banyak lubang kekurangannya," katanya.
Apakah formasi politik di Parlemen seperti saat ini memungkinkan impeachment presiden? Umam mengatakan impeachment Presiden dalam konstitusi Indonesia merupakan hal yang sulit dilakukan, tetapi bukan hal yang mustahil dan ditabukan.
"Karena konstitusi juga memberi ruang seperti itu," kata anggota DPR dari Dapil Jateng VIII, Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap.