Suara.com - Sejumlah kalangan menilai kekalahan kubu Presiden terpilih Joko Widodo dalam pemilihan pimpinan DPR dan MPR terjadi lantaran Jokowi terlalu asyik mengurus Rumah Transisi sehingga terlambat menambah amunisi untuk menguatkan koalisi.
"Bisa juga begitu," kata pengamat politik dari lembaga Populi Center, Usep S Ahyar, kepada suara.com.
Bahkan, Usep menyebut kubu Jokowi terlalu percaya diri setelah memenangkan pemilu presiden 2014 dengan hanya memiliki sedikit anggota koalisi, yakni PDI Perjuangan, Partai Nasdem, PKB, Partai Hanura, dan PKPI.
"Dia juga punya pengalaman hampir mirip seperti saat wali kota, kemudian di Jakarta. Jadi partai pendukung di DPR kecil, tapi mendapat dukungan rakyat. Jadi saya kira memang sedikit mengabaikan atau sedikit telat," kata Usep.
Tetapi pada kenyataannya, kata Usep, kubu Jokowi tidak cukup hanya memenangkan pemilu presiden, melainkan juga harus memenangkan lembaga legislatif. "Kalau tidak, ribut terus. Gaduh terus dan diganggu (kebijakannya)," kata Usep.
Belajar dari pengalaman selama ini, Usep menyarankan agar kubu Jokowi membentuk tim atau divisi khusus yang mengurus masalah politik.
Divisi khusus politik ini, kata Usep, berisi orang partai politik dan orang di luar partai politik yang memang berkompeten.
"Harus ada tim yang punya kepandaian lobi, juga untuk buat opini di masyarakat. Ini khusus untuk back up pemerintahan Jokowi-JK," katanya.
Tim ini, kata Usep, bekerja untuk memastikan kinerja pemerintah tidak diganggu di tengah jalan.
"Kalau tidak, pekerjaan Jokowi tidak fokus," kata Usep.