Suara.com - Pimpinan Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Ahmad Basarah, menilai bahwa pemilihan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dengan sistem satu paket, akan mempersempit makna demokrasi Indonesia yang sudah maju selama ini. Oleh karena itu, pihaknya bersama elemen koalisi Indonesia Hebat, yang termasuk PKB, Nasdem dan Hanura, akan berusaha mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membuat keputusan sela.
"Kalau pemilihan pimpinan MPR satu paket ini dilakukan, berarti mempersempit makna bagi sebuah perjuangan demokrasi di Indonesia. Karena itu, kami mendesak kepada Mahkamah Konstitusi agar paling tidak mengeluarkan putusan sela, (demi) menunda pelaksanaan hasil (gugatan) Undang-Undang MD3 kemarin," kata Basarah, dalam jumpa pers di Kantor DPP Nasdem, di daerah Gondangdia, Jakarta Pusat, Sabtu (4/10/2014).
Selain itu, menurut Basarah lagi, diberlakukannya pemilihan pimpinan MPR satu paket ini akan mengurangi marwah lembaga tersebut, yang selama ini dinilai sudah sangat demokratis dalam menentukan pemimpinnya. Bahkan dalam periode lima tahun terakhir menurutnya, tercatat dalam rekor Muri bahwa MPR selalu mengambil keputusan dengan mengedepankan musyawarah mufakat.
Lebih jauh, Basarah juga menilai penerapan sebagaimana dalam UU MD3, dapat menghilangkan hak konstitusional rakyat sebagaimana yang telah diatur dalam UUD 1945.
"Kita siap memperjuangkan marwah MPR. Maka kami ditugaskan untuk berkomunikasi dengan semua partai, agar semua pihak terkait dapat mengedepankan prinsip musyawarah mufakat. Karena selama lima tahun terakhir tercatat dalam rekor Muri, keputusan MPR 100 persen diambil secara musyawarah mufakat," tambahnya.
Konferensi pers yang dihadiri oleh pimpinan tiap fraksi pendukung Jokowi-JK di DPR ini, pun menyatakan siap untuk melanjutkan tradisi tersebut. Sebab intinya, mereka menilai MPR adalah lembaga yang harus menjaga kehormatannya dalam menata bangsa Indonesia ke depan.
"Itulah yang harus dilanjutkan. Kami ingin melanjutkan legacy yang baik ini dengan cara musyawarah mufakat," tutup Basarah.