Suara.com - Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Martin Hutabarat, mempertanyakan sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengeluarkan Perppu terkait UU Pilkada, di akhir masa jabatannya. Padahal menurutnya, harusnya SBY bisa mengakhiri masa jabatannya dengan tenang dan kembali berkumpul bersama keluarga.
"Kan harusnya SBY mengakhiri jabatannya kan dengan tenang, ngemong cucu. Dan dia sebagai Ketua Umum Demokrat tentunya," kata Martin, dalam diskusi bertajuk "Mendadak Perppu", di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (4/10/2014).
Martin menjelaskan bahwa penerbitan Perppu oleh SBY itu memang merupakan hak konstitusi, di mana SBY mungkin menilai dalam perspektifnya negara dalam keadaan genting. Tetapi nyatanya, menurut Martin, tidak demikian di masyarakat karena keadaannya justru biasa-biasa saja.
"Bahkan, hasil survei terakhir saya lihat, pada saat ditanya soal pilkada langsung atau tidak langsung, kebanyakan masyarakat sudah acuh tidak acuh, karena mengganggap tidak ada persoalan itu lagi," tambahnya.
Lagipula, menurut Martin, dalam proses pilkada langsung sendiri partisipasi masyarakat juga sangat kurang. Menurutnya, hampir 50 persen masyarakat tidak menggunakan hak suaranya.
"Jadi sebetulnya, masyarakat itu hanya ingin yang tenang, dengan sistem yang baik," tuturnya.
Persoalan lainnya dengan penerbitan Perppu ini, menurut Martin, adalah akan adanya kekosongan hukum. Itu karena saat Perppu terbit, UU Pilkada yang sebelumnya telah disahkan pun dicabut. Hal ini menurutnya akan menjadi diskusi ketatanegaraan yang panjang, sementara celakanya, masa jabatan SBY akan segera berakhir dan akan digantikan oleh Jokowi.
"Dan ketika SBY diganti Jokowi, nanti malah (Jokowi) bilang tidak tahu," sambungnya.
Kendati demikian, menurut Martin pula, Gerindra akan tetap membaca dan coba memahami Perppu yang dikeluarkan oleh SBY tersebut, untuk bisa menentukan sikap mereka nantinya.