PBB Kewalahan Tangani 51 Juta Warga Korban Konflik

Laban Laisila Suara.Com
Sabtu, 04 Oktober 2014 | 02:40 WIB
PBB Kewalahan Tangani 51 Juta Warga Korban Konflik
Pengungsi Rohingya antre di kantor UNHCR, Kuala Lumpur, Malaysia. (Reuters/Samsul Said)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Badan PBB yang mengurusi pengungsi, UNHCR, menyatakan mulai kewalahan membantu jutaan warga korban konflik dari berbagai belahan dunia.

"Komunitas humanitarian internasional sudah mendekati batas kapasitasnya dengan multiplikasi konflik," kata kepala badan pengungsi PBB (UNHCR), Antonio Guterres pada Jumat (3/10/2014).

UNHCR mendata jumlah pengungsi yang terpaksa kehilangan rumah sepanjang 2013 lalu telah mencapai 51,2 juta orang.
Sebagian besar di antara korban konflik itu masih berada di dalam negara asal atau hanya mengungsi ke negara terdekat.

Angka pengungsian yang dihitung oleh UNHCR tersebut merupakan yang tertinggi sejak Perang Dunia II lalu.

"Pada 2011, jumlah pengungsi baru setiap harinya mencapai 14.000 orang. Angka itu naik menjadi 23.000 pada tahun selanjutnya dan kembali meningkat pada tahun lalu menjadi 32.000 orang. Ini menunjukkan adanya pertumbuhan eksponensial terhadap kebutuhan bantuan internasional," kata Guterres.

Perhatian masyarakat dunia saat ini terfokus pada konflik di Irak dan Suriah yang memaksa jutaan warga negara tersebut mengungsi dari rumahnya. Namun demikian Guterres mengingatkan bahwa dunia juga menghadapi krisis serupa di Afrika.

Menurut Guterres, perang bukan merupakan faktor satu-satunya pemicu arus pengungsian.

"Dampak dari perubahan iklim, ketahanan pangan, kelangkaan air, meningkatnya jumlah bencana alam, dan dikombinasikan dengan pertumbuhan populasi dan urbanisasi sekaligus dampak lingkungannya, faktor-faktor itu semua membuat kebutuhan humanitarian meningkat secara dramatis," kata dia.

Persoalan utama yang dihadapi badan humanitarian bukan hanya kurangnya dana, demikian kata Guterres.

Faktor paling berpengaruh adalah mekanisme rumit yang diterapkan negara pendonor untuk mengalokasikan dananya, meskipun krisis terus meningkat cepat. (AFP/Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI