Suara.com - Anggota Fraksi PKB DPR Abdul Kadir Karding menilai proses pengambilan keputusan paket pimpinan DPR dalam sidang paripurna, Kamis (2/10/2014) dini hari, cacat hukum.
"Ini cacat hukum. Itu dimulai sejak proses konsultasi pimpinan partai. Agenda itu sebenarnya belum ditutup," kata salah satu Ketua DPP PKB usai rapat paripurna, Jakarta.
Karding menambahkan dalam rapat paripurna, Fraksi PKB tidak mendapatkan ruang untuk menyampaikan pendapat.
"Mic mati semua. Anggota maju semua, tapi tidak peduli dan ndableg (keras kepala)," katanya.
Karding menjelaskan dalam sesi lobi, Fraksi PKB sesungguhnya sudah memohon agar sidang paripurna ditunda dan diselenggarakan lagi pukul 10.00 WIB pagi ini. Namun, tidak disetujui.
"Agar rakyat tidak disuguhi tontonan yang tidak baik. Anggota DPR yang baru dilantik bisa mengambil keputusan yang elegan. Ini yang terjadi sekarang tirani mayoritas," katanya.
Paket pimpinan DPR telah disahkan dalam sidang paripurna dini hari tadi. Paket ini disahkan ketika Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Nasdem, Fraksi PKB, dan Fraksi Hanura memutuskan untuk walk out karena kecewa dengan proses pengambilan keputusan.
Paket pimpinan diajukan oleh enam fraksi, yakni Golkar, PPP, PKS, PAN, Gerindra, dan Partai Demokrat. Golkar, PKS, PAN, PPP, dan Gerindra adalah anggota Koalisi Merah Putih.
Ketua DPR dari Fraksi Golkar yaitu Setya Novanto, Fadli Zon dari Fraksi Gerindra menjadi wakil ketua, Taufik Kurniawan dari Fraksi PAN menjadi wakil ketua, Fahri Hamzah dari Fraksi PKS menjadi wakil ketua, dan Agus Hermanto dari Fraksi Demokrat menjadi wakil ketua.
Kendati susunan pimpinan DPR telah disahkan, Karding mengatakan hal tersebut tidak akan menjadi masalah serius bagi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
"Dari sisi konstitusi tidak ada masalah karena memang anggaran tidak mengatur sampai satuan tiga. Sepanjang Pak Jokowi bisa membuat program baik untuk rakyat dan mereka lawan, maka mereka akan berhadapan dengan publik. Kalau mereka tidak setujui APBN pemerintah bisa gunakan APBN lama. Mereka memang ingin mengganggu. Supaya pemerintah tidak berjalan baik. Skenarionya sejak UU MD3 dan UU Pilkada," kata Karding.
Menurut Karding skenario tersebut akan merusak tatanan bangsa Indonesia bila diteruskan. "Karena bukan rasionalitas bangsa yang dikedepankan, tapi kepentingan kelompok," katanya.