Suara.com - Tiga mantan Hakim Konstitusi memprediksi rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) terkait pemilihan kepala daerah langsung tidak akan berjalan mulus.
Tiga mantan Hakim Konstitusi itu adalah Laica Marzuki, Harjono dan Maruarar Siahahan memprediksi Perpu Pilkada Langsung ini akan terganjal persetujuan DPR.
"Koalisi Merah Putih apakah akan memberikan persetujuan, karena menurut konstitusi Perpu harus mendapatkan persetujuan DPR," kata Laica Marzuki saat dihubungi wartawan di Jakarta, Rabu (1/10/2014).
Menurut dia, jika tidak ada persetujuan antara presiden dan DPR, maka Perpu itu harus dihentikan karena membuat undang-undang harus mendapatkan persetujuan bersama.
"Karena itu saya tidak begitu optimis dengan Perpu itu. Saya berpandangan bahwa Perpu ini upaya untuk menyelamatkan 'muka' presiden," kata Laica.
Hal yang sama juga diungkapkan Mantan Hakim Konstitusi Harjono yang mengungkapkan bahwa perimbangan komposisi kursi di DPR cenderung lebih banyak dari Koalisi Merah Putih.
"Jadi itu mungkin tidak menerima Perpu itu," kata Harjono.
Dia juga mengatakan bahwa "mulusnya" Perpu ini tergantung lobi di DPR dan konsistensi Partai Demokrat serius untuk meneruskan Perppu Pilkada langsung ini menjadi UU.
Sedangkan Mantan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan mengatakan kekuatan DPR belum berubah dan sebaiknya mengajukan permohonan pengujian UU ke Mahkamah Konstitusi.
Muruarar justru mempertanyakan rencana presiden menerbitkan Perpu kenapa tidak menggunakan wewenangnya, dimana persetujuan presiden menjadi penentu saat pembahasan rapat pleno DPR terhadap pengesahan RUU Pilkada menjadi UU.
"Waktu itu mendagri hadir sebagai pembantu presiden, kalau muncul itu kan harusnya bilang tidak berikan persetujuan, nah kalau ini betul-betul suatu yang ikhlas," katanya. (Antara)