Suara.com - Beberapa akademisi yang berada di garis depan dalam unjuk rasa pro-demokrasi di Hongkong mendapat ancaman pembunuhan. Selain itu, mereka juga menerima intimidasi.
Chan Kin-man, seorang profesor sosiologi di Chinese University, yang kerap memimpin aksi unjuk rasa mengaku mendapat segepok amplop berisi ancaman pembunuhan.
"Saya sudah sadar bahwa ketika saya memutuskan bergabung dalam gerakan ini, mereka akan menyerang saya dan mengancam saya layaknya saya seorang musuh," kata Chan kepada Reuters.
Chan adalah salah satu pendiri kelompok "Occupy Central" yang menuntut ditutupnya pusat niaga di Hongkong sebagai bagian dari aksi.
Rekan Chan, Benny Tai, profesor hukum di University of Hongkong, juga mengaku mendapat ancaman pembunuhan. Beberapa amplop yang ia terima ditulisi "Kepada Si Iblis". Salah satunya diisi dengan sebilah pisau cukur.
Bukan hanya Chan dan Benny. Lima akademisi lainnya juga mengaku mendapat intimidasi karena ikut terjun dalam aksi.
Tidak diketahui pasti siapa yang mengirimkan ancaman-ancaman tersebut. Baik Chan maupun Benny belum melaporkan perihal ancaman tersebut kepada pihak berwajib.
Unjuk rasa anti-pemerintah yang terjadi di Hong Kong dipicu penolakan pemerintah Cina daratan atas permohonan Hongkong agar diberi kebebasan untuk memilih pemimpinnya sendiri. Protes yang diikuti oleh ribuan orang pun kerap diwarnai bentrokan.
Para demonstran yang sebagian besar mahasiswa tersebut memblokade jalan di pusat niaga Hongkong. Mereka pun harus berhadapan dengan polisi anti huru-hara yang menembakkan gas air mata dan semprotan merica. (Reuters)