Suara.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Siti Noor Laila menilai pengesahan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah tidak langsung oleh DPR RI merupakan kecelakaan Hak Asasi Manusia (HAM).
"Persoalan mendasar ketika hak itu sudah pernah diberikan, seperti undang-undang lalu pernah memberikan hak kepada warga negara untuk melakukan pemilihan langsung maka hak yang sudah diberikan itu tidak boleh dikurangi, apalagi dicabut," katanya di Temanggung, Selasa (30/9/2014).
Ia menuturkan, dari persepektif HAM pemilihan kepala daerah merupakan hak warga negara yang dijamin hak sipil dan politiknya. Hak warga negara dijamin dalam partisipasi untuk dipilih dan memilih, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Menurut dia pemberian hak oleh negara kepada warga negara itu harus ada kemajuan.
"Jadi indikator kemajuannya itu harus terlihat, kalau dia dikurangi berarti terjadi kemunduran. Ini sebenarnya kecelakaan HAM, keputusan yang diambil DPR RI itu tidak mempertimbangkan HAM, mengabaikan HAM, karena HAM itu harus ada kemajuan," katanya.
Ia mengatakan, kemajuan hak warga negara itu harus ada indikatornya terutama di hak ekonomi, sosial, dan budaya. Kedua, hak sipil dan politik negara tidak boleh terlalu mengintervensi, tidak boleh terlalu aktif.
"Itu sebabnya kenapa soal kebebasan beragama itu di hak sipil dan politik. Hak memilih itu di hak sipil dan politik, maka negara tidak boleh terlalu mengintervensi," katanya.
Menurut dia kalau ada gejala terlalu banyak mengintervensi maka gejala negara akan kembali ke otoriter dan hal ini merupakan kecelakaan sejarah.
Ia menuturkan, hingga sekarang belum ada laporan masyarakat sipil atas pengurangan atau pencabutan atas hak sipil dan politik ke Komnas HAM.
"Kami sudah punya kriteria, kalau berupa kedaruratan tanpa laporan kami bisa merespon. Jadi nanti kalau Komnas HAM menganggap ada kedaruratan dalam konteks berdemokrasi maka bisa melakukan tindakan," katanya. (Antara)