Suara.com - John Cantlie, seorang jurnalis Inggris yang ditawan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) kembali muncul dalam sebuah video. Ini adalah kali ketiganya Cantlie muncul di video yang dirilis kelompok radikal tersebut.
Video tersebut muncul pada Senin (29/9/2014) malam. Namun, tidak diketahui pasti kapan video berdurasi lima setengah menit tersebut dibuat. Video tersebut diberi judul Lend Me Your Ears (Pinjamkan Aku Telingamu) dan Message From British Detainee John Cantlie (Pesan dari Tawanan Inggris John Cantlie).
Seperti dalam dua video sebelumnya, jurnalis 43 tahun yang bekerja untuk harian Sunday Times, The Sun, dan The Sunday Telegraph itu duduk di belakang sebuah meja sambil mengenakan pakaian berwarna jingga.
Cantlie terlihat tenang dan sepertinya membacakan naskah yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Sama seperti dua video pendahulu, video tersebut diproduksi dengan baik, dengan kualitas suara dan pencahayaan yang baik pula.
Di situ, Cantlie menyebut dirinya sebagai "tawanan lama" dan mengkritisi strategi Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama yang memilih opsi serangan udara untuk menyerang ISIS. Apa yang disampaikan Cantlie adalah lanjutan dari kritikan yang dilayangkan Cantlie kepada pergerakan militer negara Barat di Irak dan Suriah di dua video sebelumnya.
"Kekuatan udara memang baik untuk menghancurkan target-target spesifik, namun itu tidak banyak berguna untuk mengambil alih kendali atas wilayah," kata Cantlie.
Cantlie mengkritik keputusan AS untuk mempersenjatai kelompok pemberontak Suriah Free Syrian Army (FSA) untuk memerangi ISIS. Ia menyebut, tentara FSA adalah pasukan yang "tidak disiplin, korup, dan tidak efektif".
Memang, pernyataan Cantlie diragukan berasal dari buah pikiran Cantlie sendiri. Dalam sebuah video sebelumnya, Cantlie mengaku dirinya membuat pernyataan di bawah tekanan.
Jurnalis yang diculik sejak bulan November 2012 itu mengatakan, senjata-senjata Barat yang sudah diberikan kepada pemberontak Suriah hanya akan jatuh ke tangan ISIS. Oleh ISIS, Cantlie ditahan bersama James Foley, jurnalis AS yang dipenggal oleh ISIS. (The Guardian)